Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sewakan Lapangan Untuk Biaya Operasional

“Lapangan di sini murah. Kami tidak sanggup kalau latihan di lapangan lain yang biaya sewanya mahal,” kata Hendrik Peter,

zoom-in Sewakan Lapangan  Untuk Biaya Operasional
Surya/erfan hazransyah
Stadion yang pernah menjadi kebanggaan pemain Persebaya kini terpaksa disewakan untuk menutup biaya operasional wisma dan lapangan, Selasa (10/6/2014). 

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Satu persatu pemain pergi dari Wisma Eri Irianto.

Melanjutkan karir di lapangan hijau menjadi alasan utama.

Para seniman bola itu berharap tetap berkiprah setelah Persebaya 1927 yang mereka banggakan tidak lagi bisa mengikuti kompetisi.

PSSI tidak mengakui eksistensi mereka.

Andik Vermansyah, yang menjadi bintang paling bersinar,  mencari peruntungan di Liga Malaysia.

Lalu Mochamad Taufik hijrah ke Persib Bandung. Sejumlah pemain ikut absen dari kompetisi domestik.

Sebagian lagi, terpaksa turun kasta, bermain di liga amatir, seperti Jefri Prasetro.

Setelah ditinggal penghuninya pada 2013, wisma menjadi sepi.  

Internal pengurus yang tidak kompak semakin menambah senyap markas yang pernah melahirkan seabrek bintang Tim Nasional Indonesia.

Ada Rusdy Bahalwan, Rudy Keltjes, Aji Santoso, Anang Ma’ruf, Hendro Kartiko, hingga generasi terakhirnya, Andy Vermansyah.

Direktur Utama PT Persebaya Indonesia, Cholid Ghoromah lalu meminta Ketua Maesa, Maurits Pangkey untuk memegang kendali wisma dan aset Persebaya pada Maret lalu.

”Saya diamanati Pak Cholid. Jadi, sebisa mungkin saya jaga wisma ini,” kata pria yang akrab disapa Cem itu, Senin (10/6/2014).

Bukan perkara mudah mengelola wisma yang menjadi legenda sepak bola Surabaya itu.

Bagi Cem, wisma ini harus tetap terjaga, meskipun satu persatu aktivitas di dalamnya berhenti.

Cem dan pengurus harian lain harus memutar otak untuk bisa membuat susana wisma tetap hidup.

Bersama 16 tim internal binaan Persebaya, mereka memutar kompetisi di lapangan, yang terletak satu kompleks dengan wisma.

”Tujuannya untuk tetap melakukan pembinaan dan agar ada aktivitas di sini,” kata Cem.

Cem mengaku biaya operasional wisma dan lapangan latihan cukup tinggi.

Padahal, mereka sudah tidak punya pemasukan sejak Persebaya 1927 absen dari kompetisi domestik.

Pemasukan pasti, praktis tinggal dari tim-tim yang menyewa lapangan.

Setiap minggu, ada saja tim atau klub yang menyewa lapangan untuk latihan. Klub Maesa, salah satunya.

“Lapangan di sini murah. Kami tidak sanggup kalau latihan di lapangan lain yang biaya sewanya mahal,” kata Hendrik Peter, pengelola tiga klub TEO, Anak Bangsa dan Semut Hitam itu.

Selain masalah harga, Peter ingin mendekatkan anak asuhnya dengan sejarah Persebaya. (ben/idl)


Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas