Mengenal Tradisi Nikah Massal Guru Dayah MUDI Mesra
24 linto baro memakai baju putih, peci hitam, dan kain sarung. Mereka duduk berjejer menghadap Abu Mudi yang bertindak sebagai wakil wali wanita.
Editor: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, BIREUEN - Sebanyak 24 pasang guru Ma'hadul Ulum Diniyah Islamiyah Masjid Raya (MUDI Mesra) Samalanga, Bireuen, Rabu (13/8/2014) menikah massal di Masjid Poteu Meuruhom, kompleks dayah (pesantren) tersebut, disaksikan para wali, ratusan santri, dan undangan lainnya.
Mereka dinikahkan Syeikh H Hasanoel Basri HG, akrab disapa Abu Mudi” Prosesi nikah massal itu menjadi perhatian banyak orang, salah satunya datang dari Lhokseumawe, Bireuen, dan Banda Aceh.
Pengantin pria (linto baro) duduk berjejer di hadapan Abu Mudi. Satu persatu bergeser ke sisi kanan untuk berjabat tangan dengan Abu Mudi yang duduk di depan meja nikah. Sedangkan pengantin wanita tidak ada di masjid itu.
Dimulai pukul 07.30 WIB, prosesi tersebut diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran. Dilanjutkan dengan penyerahan mahar dari linto baro kepada pihak dara baro (pengantian wanita) yang diwakili para walinya.
Seusai penyerahan mahar disaksikan para wali, saksi akad nikah, dan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Samalanga, acara dilanjutkan dengan tausiah untuk mempelai pria, disampaikan Tgk H Helmi Imran, guru senior di tempat itu.
Ke-24 linto baro memakai baju putih, peci hitam, dan kain sarung. Mereka duduk berjejer menghadap Abu Mudi yang bertindak sebagai wakil dari wali para pengantin wanita.
Satu per satu linto baro bergeser untuk dijabat tangannya oleh Abu Mudi, lalu mengucapkan ijab kabul. Begitu seterusnya, sampai ke-24 linto baro tersebut mengucapkan ijab kabul yang disaksikan para undangan.
Setelah proses ini berlangsung, Abu Mudi bangun dari duduknya. Tangannya mengapit wadah kecil berisi air. Air itu kemudian dia percikkan ke dada pengantin pria satu per satu. Setelah itu, para wali menandatangani berita acara akad nikah.
Di sela-sela salaman dengan ratusan undangan, Abu Mudi mengatakan kepada Serambi bahwa akad nikah massal sudah sering dilakukan di dayah itu, tapi jumlahnya di bawah sepuluh pasangan. Baru kali ini seramai itu. Mereka yang menikah massal itu adalah para guru pengajian di dayah putra dan putri, karena saling tertarik akhirnya sepakat menikah.
Sedangkan proses administrasinya tetap dilaksanakan di KUA Samalanga, sedangkan di dayah hanya tempat akad nikahnya saja. "Mereka mengambil berkah menikah di dayah. Selain itu akan menghabiskan banyak waktu apabila saya menghadiri pernikahan mereka di tempat tinggal masing-masing. Disepakatilah mereka menikah di tempat ini," kata Abu Mudi.
Di akhir acara, para calon pengantin pria dipeusijuk (ditepungtawari) yang diiringi lantunan salawat nabi oleh para undangan. Setelah itu, para linto baro pun dengan wajah sumringah bergerak menuju kediaman pasangannya masing-masing. (Yus)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.