Jatim Paling Siap Songsong ASEAN Economic Community 2015
“Insyaallah, kami sangat siap menghadapi AEC yang dimulai tahun depan,” tegasnya.
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah didepan mata.
Tahun 2015 nanti, ekonomi negara-negara di ASEAN akan diintegrasikan.
Dengan waktu yang tinggal empat bulan lagi, Provinsi Jatim yang akan terimbas langsung mulai bersiap diri.
Menyiapkan segala sesuatunya. Ini dilakukan agar provinsi dengan 38 kabupaten/kota ini benar-benar siap dan dapat bertarung di pasar bebas AEC.
Gong persiapan menghadapi AEC 2015 ditabuh Gubernur Jatim Soekarwo dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Pakde Karwo dan Gus Ipul).
Dua pemimpin Jatim ini, Kamis (28/8/2014) mengumpulkan semua stakeholders terkait bidang perekonomian di Gedung Negara Grahadi. Selama lima jam, mulai pukul 08.00, Pakde Karwo memimpin langsung rapat “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Jatim dalam Menghadapi AEC 2015”.
Hadir dalam rapat istimewa tersebut, 15 Bupati/Wali Kota di Jatim, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Pelindo III, Ditjen Bea dan Cukai Jatim I, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Balai Besar POM, PT PGN Jatim, dan PT PLN, Kanwil BPN.
Selain itu, hadir juga Kanwil Ditjen Pajak Jatim I, PT Terminal Peti Kemas Surabaya, Ditjen Perkeretaapian Kementrian Perhubungan, Himpunan Kawasan Industri Jatim, kalangan perguruan tinggi, pengusaha, para pejabat di lingkungan Pemprov Jatim, dan sejumlah pihak terkait lainnya.
Pakde Karwo mengatakan, Jatim sangat siap untuk menghadapi pemberlakuan AEC 2015. Bentuk kesiapan ditunjukkan denganmelakukan berbagai persiapan. Mulai membuat regulasi, membenahi infrastruktur pelabuhan, jalan, bandara, dan kereta api.
Lalu memperbaiki kualitas produk yang berstandar internasinal, menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif, hingga kesiapan di bidang energi.
“Insyaallah, kami sangat siap menghadapi AEC yang dimulai tahun depan,” tegasnya.
Menurut Pakde, provinsi yang dipimpinnya sangat serius dalam menyongsong AEC, karena ASEAN merupakan negara-negara tujuan ekspor produk dan komoditas dari Jatim.
Selain ASEAN, pasar kita juga negara di Asia Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Tiongkok.
Agar Jatim dapat bersaing, sebagai pengaman (barrier) pihaknya minta dilakukan standarisasi produk dari Jatim sesuai dengan standar internasional.
Untuk mewujudkan hal ini, dua lembaga yang dinilai punya peran sentral adalah Balai Besar Karantina Pertanian dan Balai Besar POM.
“Kedua lembaga ini terutama harus menyiapkan yang terkait non tarif. Bentuknya ya standarisasi,” tegasnya.
Terkait standarisasi barang yang masuk ke Jatim ini, Pakde memberi contoh. Jika ada makanan dan obat masuk, barang-barang jenis ini jika mengandung toksin (racun) makan harus tegas tidak boleh masuk. Jika standar internasional yang dipakai adalah lima, maka standar di Jatim harus dinaikkan lebih tinggi satu digit menjadi enam.
“Namun, cara ini ada konsekwensinya terhadap kita, yakni Jatim juga harus dan wajib menaikkan standart kita. Makanya, perlu dimasukkan inkubator, biar kita benar-benar siap menghadapi konsekwensi tersebut,” imbuhnya.
Hal itu dinilai penting, karena setelah diverifikasi dari 6,8 juta UMKM di Jatim, yang dinilai sudah siap menyongsong AEC 2015 ada 700 ribu UMKM dan menjadi produk unggulan. Produk dari ratusan UMKM inilah, khususnya sektor pertanian dan logam yang setelah distandarisasi nanti diharapkan dapat bersaing di pasaran internasional.
Untuk persiapan yang lain, kata Pakde, seperti pelayanan yang cepat, nanti dapat dilakukan dengan menggunakan tracking system. Terutama terhadap barang yang masuk ke Jatim melaui pelabuhan. Baik saat pra, proses, maupun setelah masuk.
“Hal-hal seperti inilah yang harus digarap serius,” tandasnya.
Pakde Karwo yakin, dengan dukungan penuh dari semua pihak plus kerjasama dengan sejumlah pihak tertentu, Jatim akan benar-benar siap menyongsong AEC 2015. Karena baru Jatim satu-satunya provinsi di Indonesia yang telah melakukan langkah dan persiapan sangat serius dalam menghadapi AEC. Bahkan Indonesia sebagai sebuah negara dinilai belum sangat serius dan detail dalam menghadapi AEC yang tinggal empat bulan lagi diberlakukan.
“Benchmarking terkait hal ini tidak ada di Indonesia. Harus ke luar negeri semua, seperti ke Jerman, Korea Selatan, dan Jepang. Di tempat lain, belum dibicarakan masalah ini,” tukasnya.
Dengan posisi dan peran Jatim sebagai inisiator tersebut, pihaknya, kata Pakde Karwo mengajak 32 provinsi lain di Indonesia untuk membawa barangnya ke Jatim untuk di proses, sebelum akhirnya dibawa ke pasaran internasional.