Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

News Analysis : Pabrik Gula Perlu Transparan

Masalah ini juga membuat petani frustasi. Pasalnya, menanam tebu itu seperti halnya padi. Semuanya harus serba sesuai aturan.

zoom-in News Analysis : Pabrik Gula Perlu Transparan
surya/Fatkhul alami
Ribuan petani tebu di Jatim turun jalan guna melakukan unjuk rasa di Kantor PTPN XI, Senin (22/9/2014). 

News Analysis
Prof Ir Achmad Subagio MAGR PHd
Peneliti Pangan Universitas Negeri Jember

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Ketidakpastian harga pokok penjualan (HPP), setiap tahun akan menghadirkan kebingungan dan kegelisahan di tingkat petani tebu.

Mereka tidak tahu, apakah tebu yang dijual akan menghasilkan untung atau tidak.

Mereka tidak mengerti apakah biaya produksi bisa lebih rendah dari harga jual.

Semuanya serba tidak pasti. Pemerintah saat menetapkan HPP pun tidak banyak melibatkan petani.

Pemerintah lebih melihat hukum pasar. Misalnya dengan lebih mempertimbangkan harga gula internasional.

Maka jadilah HPP selalu menjadi pertarungan antara petani, pabrik, PTPN dan pemerintah.

Berita Rekomendasi

Siapa kemudian yang dirugikan. Di urutan pertama tentu petani karena mereka entitas yang paling dilemahkan sistem. Kemudian disusul pabrik.

Mengapa pabrik? Karena pabriklah yang berhadap-hadapan dengan petani. Mereka tidak bisa membeli tebu dengan harga yang sesuai keinginan petani.

Bayangkan saja, petani berharap besar pada masa giling ini bisa untung. Eh, ternyata HPP yang ditetapkan jauh dari biaya produksi mereka.

Saking jengkelnya petani, mereka sampai membakar lahannya karena terus-terusan merugi.

Saya tidak setuju petani terus disalahkan karena kualitas tebunya jelek sehingga membuat rendemen rendah.

Padahal, tinggi rendahnya rendemen itu tidak hanya karena tebunya. Faktor pabrik juga dominan. Selama ini, pabrik banyak yang tidak transparan.

Para petani tidak tahu proses sampai muncul angka randemen itu. Tahu-tahu pabrik sudah bilang ini rendemenmu 7 persen. Kalau sudah begitu, petani tidak bisa berbuat banyak.

Sebenarnya, dari penelitian selama ini, rendemen itu dipengaruhi pada sistem yang berjalan di pabrik.

Kalau pabrik itu taat pada standar operasional, saya yakin rendemen akan naik.

Selama ini pabrik kan beralibi kalau mesin sudah tua, peninggalan kolonial.  

Padahal mesin itu masih bisa kok digunakan untuk memproduksi gula secara maksimal.

Contohnya ada pabrik milik swata di Lampung. Randemen di sana tinggi.

Padahal teknologinya juga tidak ribet. Pemerintah bisa kok memiliki pabrik seperti itu.

Belum lagi di daerah-daerah lain di Jawa Timur. Beda pabrik, bisa beda rendemen padahal tebunya sama.

Masalah ini juga membuat petani frustasi. Pasalnya, menanam tebu itu seperti halnya padi. Semuanya harus serba sesuai aturan.

Tetapi, meski sesuai aturan tanam, tetap saja randemennya jelek. Akibatnya petani menjadi malas menanam tebu dengan baik.

Mereka beranggapan, menanam dengan baik atau tidak, toh rendemennya sama, yaitu sama rendahnya. Pemerintah juga dong dorong petani agar menghasilkan tebu terbaik

Tags:
Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas