Hakim, Jaksa, dan Terpidana Saling Serang
“Semua saling lempar,” ujar Sudiman Sidabuke, kuasa hukum terdakwa usai sidang di PN Surabaya, Rabu (15/10).
TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Eksekusi yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak terhadap Lumongga Marbun, ibu dua anak yang tinggal di Perumahan Puri Indah, Suko Sidoarjo, benar-benar berbuntut panjang.
Pengacara terdakwa, hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan Kejari Tanjung Perak saling serang dalam persoalan ini. Terutama, terkait gugatan Perlawanan yang diajukan terdakwa ke PN Surabaya.
Perlawanan itu diajukan terdakwa karena menganggap penetapan PN Surabaya pada eksekusi tersebut tidak tepat.
Sedangkan pihak kejaksaan, melakukan eksekusi berdasar penetapan tersebut.
“Semua saling lempar,” ujar Sudiman Sidabuke, kuasa hukum terdakwa usai sidang di PN Surabaya, Rabu (15/10).
Sidang Perlawanan yang dipimpin ketua majelis hakim Ekowati tersebut kembali harus dibatalkan karena pihak kejaksaan tidak hadir.
Sama seperti sidang pada Rabu pekan lalu. Kali ini, pihak kejari mengirim surat ke PN untuk menanyakan Acara sidang tersebut.
Kejari Perak tidak hadir dengan alasan acara sidang yang tidak jelas.
“Kami memang diundang untuk sidang, tapi acaranya apa tidak jelas. Karena itu, kami mengirim surat ke PN untuk menanyakan acara sidang tersebut,” jawab Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Perak, Tatang Agus Volleyanto.
Terkait Perlawanan kepada pihaknya, Tatang menganggap bahwa perlawanan itu salah alamat.
Karena eksekusi dilakukan berdasar penetapan pengadilan, menurut Tatang perlawanan dari terdakwa itu harusnya kepada PN Surabaya, bukan ke Kejari Perak.
Surat dari Kejari itu sempat dibacakan oleh hakim Ekowati pada sidang tersebut. Dan Ekowati menyatakan tidak akan menanggapi surat itu. Malah pihaknya memilih untuk mengirim surat undangan sidang lagi kepada Kejari Perak.
“Kami akan panggil lagi untuk sidang, dan surat ini kami abaikan,” ujar Ekowati.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala PN Surabaya, Herry Supriyono menyampaikan bahwa Perlawanan terhadap penetapan hakim seperti yang terjadi sekarang ini, baru pertama ditemukannya selama berpuluh tahun menjadi hakim.
“Baru kali ini ada seperti ini,” jawab Herry.
“Terdakwa melawan penetapan yang dibuat oleh Pengadilan. Dan dalam hal ini PN tidak menjadi pihak, yang menjadi pihak adalah jaksa,” lanjutnya.
Biasanya, eksekusi dilaksanakan berdasar putusan. Namun kali ini eksekusinya berdasar penetapan. Dan penetapan itu dibuat setelah ada permintaan dari pihak kejaksaan.
“Karena perkara pidana, sehingga yang menjadi eksekutor adalah kejaksaan,” tandasnya.
Meski hal baru, Pengadilan tetap tidak bisa menolak perkara. Karena itulah, Perlawanan yang diajukan oleh terdakwa tetap diterima dan disidangkan.
Mengenai pihak kejaksaan yang tidak bersedia haris, Herry menggap bahwa hal itu salah. Sebab, jaksa seharusnya wajib hadir ketika dipanggil oleh hakim untuk persidangan.
“Kalau memang dirasa ada yang salah, atau bagaimana, silahkan disampaikan dalam persidangan. Agar bisa dipakai pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan. Lha kalau tidak hadir, malah nanti bisa diputus tanpa kehadiran pihak tersebut,” imbuhnya.
Pihak terpidana berharap, majelis hakim PN Surabaya melakukan terobosan dalam persoalan ini. Sebab, akibat saling lempar antara kejaksaan dan pengadilan, yang menjadi korban adalah terdakwa.
“Hakim harus mencari terobosan. Ini memang hal baru, jadi ini merupakan ujian bagi hakim,” kata Sudiman Sidabuke.
Eksekusi terhadap Lumongga Marbun dilakukan pada 25 September 2014 lalu. Dia merupakan terpidana dua perkara, yakni perkara pelanggaran Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) serta terpidana pencemaran nama baik.
Alasan jaksa, eksekusi itu dilakukan karena dinilai bahwa terpidana melakukan tindak pidana kedua sehingga vonis hukuman percobaan sebelumnya menjadi berlaku.
Namun, menurut versi Sudiman tidak demikian. Sebaliknya, kliennya tersangkut satu masalah tapi laporannya ke polisi dibuat dua tahap.
Kasusnya ketika Lumongga dan lawannya terlibat saling menjelek-jelekkan melalui pesan singkat dengan pelapor.
Lumongga dilaporkan ke Polda Jatim pada 29 Pebruari 2012. Dia dijerat dengan undang-undang ITE.
Terdakwa divonis 31 Oktober 2013. Hukumannya, sepuluh bulan penjara percobaan 1,5 tahun.
Artinya hukuman sepuluh bulan penjara jika selama 1,5 tahun sejak putusan, terpidana melakukan tindak pidana.
Perkara menjelek-jelekkan itu juga dilaporkan ke Polrestabes Surabaya pada 18 September 2012. Alasannya Lumongga melakukan pencemaran nama baik.
Tapi landasan laporannya sama, kejadian saling menjelek-jelekkan itu. Dalam perkara ini, vonisnya sebulan penjara dengan percobaan enam bulan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.