Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

“Semacam Shock Therapy Agar Penjahat Lain Tak Nekat Beroperasi"

“Sebagai polisi, saya mengaku sangat geram dengan aksi mereka, lebih-lebih bila mengetahui korban sampai dilukai

zoom-in “Semacam Shock Therapy Agar Penjahat Lain Tak Nekat Beroperasi
Budi Sam Law Malau/Warta Kota
Tiga perampok mobil yang ditembak kakinya oleh aparat Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. 

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Masih ingat oknum anggota Reskrim Polres Mojokerto harus berurusan dengan hukum lantaran menambak kaki seorang pencuri kabel telepon pada akhir 2010 lalu?

Belakangan diketahui, tersangka yang menjadi korban penembakan oleh polisi itu adalah tentara aktif.

Terungkap, korban ditembak dalam keadaan menyerah dan tidak berusaha melarikan diri.

Penembakan ini menyeret 12 anggota reskrim. Pelaku penembakan pun diproses pidana.

Sementara Kasat Reskrim Polres Mojokerto (saat itu) AKP Manang Soebeti kemudian diganti.

Kasus penembakan menyalahi prosedur terungkap setelah  pimpinan kedua institusi negara itu turun tangan.

Temuan ini menjadi satu diantara fakta yang memperkuat dugaan, tradisi menembak tidak selalu dilakukan dengan alasan hukum.

Berita Rekomendasi

Sejumlah polisi yang ditemui Surya juga mengakui itu. Para pengayom masyarakat itupun tahu, langkah yang dilakukannya itu melanggar prosedur tetap (protap).

Namun mereka  merasa tetap perlu menjatuhkan sanksi adat, bernama tembak kaki.

Lalu, apa alasan polisi melakukan penembakan itu? Sumber koran ini di kepolisian mengakui, memang tidak semua alasan penembakan itu sesuai dengan yang banyak disampaikan ke publik selama ini, melawan dan melarikan diri.

Sumber Surya menyebut alasan lain para anggota polisi melubangi kaki adalah agar para penjahat dan kawanannya tidak terus mengganas.

“Semacam shock therapy agar penjahat lainnya tidak nekat beroperasi,” ujarnya.

Dia menyebut aksi penjahat di Jatim terutama di kota seperti Surabaya dan Malang sudah terlalu sadis. Mereka kerap melukai bahkan menewaskan korbannya.

Selama tidak ada anggota kawanan yang tertangkap, aksi mereka juga makin menjadi-jadi.

Tren perampokan minimarket dengan menggunakan senjata dan senpi misalnya, menjadi aksi berantai hingga membuat keresahan luar biasa.

“Sebagai polisi, saya mengaku sangat geram dengan aksi mereka, lebih-lebih bila mengetahui korban sampai dilukai. Emosi itu kadang terbawa saat melakukan pengejaran dan menangkap pelaku. Mereka (pelaku) ini kejam. Kaki mereka ditembak agar dia jera. Dia juga harus merasakan sakit yang dirasakan korban,” imbuhnya.

Meski begitu, dia enggan menceritakan kronologis eksekusi yang pernah dilakukannya.

Sumber Surya ini hanya bersedia bercerita latar belakang penembakan itu. Dia mengakui, ada prosedur yang diterabas.

Dia menyadari resiko atas langkah yang dilakukannya. Termasuk resiko berhadapan dengan tuntutan hukum dan sanksi  profesi.

Tapi di sisi lain, ia menganggap keputusan menjatuhkan hukuman tembak kaki diperlukan untuk mengembalikan rasa tenang masyarakat yang terlanjur cemas dengan aksi-aksi sadis para penjahat.

Menurutnya, biasanya setelah ‘hukuman’ tembak kaki diberikan, aksi kejahatan sadis tiarap beberapa waktu. Komplotan yang tidak tertangkap memilih kabur jauh. (tim lipsus surya)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas