Empat Jenis Hiu Langka dan Dilindungi Dunia Ternyata Ada di Sulut
lima jenis hiu yang masuk dalam daftar Appendiks II CITES, empat di antaranya ditemukan di Indonesia.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Sesuai konvensi internasional tentang perdagangan tumbuhan dan satwa liar CITES pada COP SITES ke-16 di Thailand 2013 lalu, lima jenis hiu yang masuk dalam daftar Appendiks II CITES, empat di antaranya ditemukan di Indonesia.
Empat jenis hiu itu, tiga di antaranya jenis hiu martil, yakni Sphyrna Lewini, Sphyrna Zygaena, dan Spyrna Mokarran, serta satu jenis hiu koboy, Carcharhinushinus Longimanus.
"Pada COP itu juga dimasukkan dua jenis pari manta, antara lain Manta Alfredi dan Manta Birotris dalam daftar Appendiks II CITES," ujar Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Muhamad Yusuf SHut Msi, melalui rilis, Kamis (18/12).
BPSPL Makassar merupakan satu di antara UPT Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ditjen KP3K).
Keempat jenis hiu yang dilindungi tersebut diketahui keberadaannya saat Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan kegiatan inventarisasi data perikanan hiu dan jenis ikan dilindungi sekaligus tidak dilindungi di wilayah Sulawesi Utara (Sulut) pada November hingga Desember yang melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten dan kota, PPS, PSDKP, dan SKIPM.
Selain Sulut, mereka juga melakukan kegiatan tersebut di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
"Dengan masuknya empat jenis hiu dan dua jenis pari manta ke dalam daftar Appendiks II CITES, berarti kegiatan penangkapan ikan hiu masih tetap diperbolehkan, tetapi dengan pengaturan ketat. Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden nomor 43 tahun 1978, apabila tetap ingin memperdagangkan hiu secara internasional harus mempunyai kewajiban untuk mengikuti ketentuan CITES tentang perdagangan internasional Appendiks II, yaitu melalui mekanisme perizinan," jelasnya.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan regulasi perlindungan terhadap dua jenis hiu antara lain hiu gergaji Pristis Microdon dengan PP Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dan hiu paus Rhincodon Typus melalui keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun 2013 tentang penetapan status perlindungan penuh ikan hiu paus.
Hal yang sama juga dikenakan pada dua jenis pari manta dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor empat tahun 2014 tentang penetapan status perlindungan penuh pari manta. "Hal ini berarti, tidak boleh ada pemanfaatan terhadap ketiga jenis tersebut dalam bentuk apapun. Pengaturan tentang perikanan hiu ini harus dilakukan secara hati-hati, karena selain memiliki nilai ekonomi, ikan hiu memiliki karakter biologis yang spesifik seperti berumur panjang, fekunditas rendah, jumlah anakan sedikit, lambat dalam mencapai matang kelamin dan pertumbuhannya lambat sehingga sekali terjadi over eksploitasi sangat sulit bagi populasinya untuk kembali pulih," tambahnya. (alp)