Geliat Bisnis 'Kampung Terompet'
Kebiasaan meniup terompet dimanfaatkan warga Blok Tegalan, Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, sebagai peluang bisnis
Editor: Budi Prasetyo
Di Sini, Pergantian Tahun Bahkan Sudah Terasa Sejak Juli
TRIBUNNEWS.COM.CIREBON- TEEET, teeet, teeet! Suara terompet terdengar setiap kali malam pergantian tahun tiba. Tak hanya tua dan muda, tapi anak-anak juga ikut meniup terompet sebagai pertanda tahun telah berganti.
Kebiasaan meniup terompet saat malam pergantian tahun rupanya dimanfaatkan warga Blok Tegalan, Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, sebagai peluang bisnis. Jauh sebelum tahun baru tiba, kegiatan membuat terompet dari bahan-bahan sederhana seperti karet bekas sandal, karton, kertas emas, mika, dan lem sudah dimulai.
Tak heran, sepekan menjelang pergantian tahun, semua rumah warga di "kampung terompet" ini sudah dipenuhi terompet. Sebagian besar sudah dipak, siap dikirim ke sejumlah kota dan provinsi di Indonesia. Sebagian kecil yang belum dipak karena baru selesai dibuat adalah terompet- terompet untuk pasar dalam kota. Terompet-terompet untuk "pasar lokal" memang selalu dibuat di akhir.
"Sebenarnya membuat terompet itu sudah dimulai bulan Juni dan Juli. Kami bikin desainnya dulu, lalu dirakit. Sengaja bikin jauh-jauh hari karena pelanggan kami banyak dari luar pulau," ujar Masiri (40) di rumahnya, Selasa (23/12/2014).
Masiri mengaku membuat terompet sudah rutin setiap tahun. Kebiasaan itu, kata dia, turun- temurun dari orang tua dan kakek-neneknya. Namun Masiri tidak tahu persis kapan produksi terompet di Blok Tegalan dimulai.
"Tapi semua warga di sini memang bikin terompet. Ada yang modal sendiri, ada juga yang hanya bekerja di saudara atau tetangga," kata Masiri.
Masiri mengaku rata-rata per tahun dia membuat 300 kodi terompet berbagai ukuran. Untuk mengerjakan 300 kodi terompet, Masiri dibantu suami dan anak-anaknya.
Kebetulan, saat ini sedang libur sekolah sehingga sang anak fokus bikin terompet.
Selain anggota keluarga, Masiri juga mempekerjakan lima orang tetangga. Mereka mengerjakan pembuatan terompet di rumah masing-masing.
Untuk 300 kodi terompet, kata Masiri, dia merogoh modal sekitar Rp 10 juta. Modal itu didapat dari pinjaman saudaranya. Terompet buatan Masiri dijual ke Lampung, Kalimantan, hingga Papua. Satu kodi terompet dibanderol Rp 85.000-Rp 100.000. Artinya, Masiri akan mendapat penghasilan kotor Rp 25,5 juta hingga Rp 30 juta.
"Ada juga yang dijual ke warga Cirebon, tapi tak sebanyak yang dijual ke luar pulau," ujar Masiri.
Terompet buatan Masiri dan warga Tegalan lainnya rata-rata berbentuk ayam jago, naga, dan saksofon. Namun, ada juga terompet biasa dengan gambar tokoh kartun yang digemari anak- anak.
Dian (46) mengaku baru memproduksi terompet hanya pada bulan September. Di luar bulan itu, dia dan anggota keluarganya membuat mainan yang juga terbuat dari bahan yang sama untuk terompet.
"Ada tiga sampai empat orang yang membantu bikin. Rata-rata per hari 10 kodi," kata Dian di rumahnya, kemarin.
Sama seperti Masiri, Dian mengaku semua terompet buatannya dikirim ke pelanggan di luar kota. Mereka merupakan pelanggan setia yang setiap tahun menerima terompet bikinannya. (*)