Tenun Endek Bali Perlu Dilestarikan
“Memang motif- motif tenun saya buat limited, agar beda dipasaran “ Kata Etmi yang merintis mulai tahun 1980-an.
TRIBUNNEWS.COM,DENPASAR - "Tek..tok..tek..tok" suara kayu berbenturan dan bersahutan di sebuah rumah yang diketahui milik Etmi Kustiyah Sukarsa.
Perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin ini, terlihat sibuk bersama perempuan sebaya lainnya.
Ada yang menenun, memasang benang hingga mencelupkan pewarna ke benang yang akan di tenun.
Ia lah pemilik Sekar Jepun yang membuat tenun ikat endek Bali di Jalan Sekar Jepun, Gatot Subroto Timur, Denpasar.
Perempuan ini menyambut ramah kedatangan Tribun Bali dan menunjukkan tahap demi tahapan hingga menjadi pakaian tradisional Bali, Endek.
Wanita ini mengutarakan asal muasal ia membuka kerajinan itu, bermula dari keinginannya untuk belajar menenun diwaktu luang.
Seiring berjalannya waktu, aktivitas tersebut tidak bisa dihilangkan bahkan menjadi penghasilan tambahan keluarga dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Kini Etmi, panggilan akrabnya mempunyai dua puluh karyawan tetap dan hasil karya tenunnya dikenal di beberapa daerah Indonesia hingga ke Mancanegara. Satu di antaranya Singapura dan Eropa.
Motif yang dihasilkannya pun, hampir seratusan motif tenun, kebanyakan motif ini tidak ada di pasaran.
“Memang motif- motif tenun saya buat limited, agar beda dipasaran “ Kata Etmi yang merintis mulai tahun 1980-an.
Selain menjual sendiri, Etmi juga lebih banyak memproduksi tenun endek dari orderan di berbagai kota.
Untuk pemasarannya, Ia mengaku banyak dibantu Pemerintah Kota Denpasar, dengan sering diajaknya Sekar Jepun mengikuti berbagai pameran di dalam dan luar kota.
“Sekarang saya hanya mendesain tenun, untuk penjualan dan pemasaran dibantu sama anak-anak dan menantu saya, semua berjalan dengan lancar,” imbuhnya.
Kedepannya, ia berharap Pemerintah Kota menggelar pelatihan menenun secara gratis dan menyosialisasikan tenun Bali kepada masyarakat, terutama generasi muda di Bali.
Ia sangat prihatin kurangnya minat generasi muda Bali untuk mencintai seni dan budayanya sendiri.
“Saya melihat anak-anak muda di sini kurang tertarik belajar menenun, padahal seni tenun endek kan milik Bali, mereka toh menjadi generasi penerus untuk melestarikan budaya indonesia,” tutupnya .