Jualan Kasur, Oyo Bisa Keliling Indonesia
Oyo berjualan Kasur dengan berjalan kaki dan memikulnya. Tiap hari ia terbiasa memikul kasur dari Pall Dua sampai Malalayang
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- PEDAGANG Kasur ini menginjakkan kaki dari Sabang sampai Merauke. Oyo berjualan Kasur dengan berjalan kaki dan memikulnya. Tiap hari ia terbiasa memikul kasur dari Pall Dua sampai Malalayang. Dengan modal berdagang kasur Oyo telah melintasi nusantara, Rabu (7/1/2015).
Ketika ditemui pria yang berumur 38 tahun ini terlihat sedang berteduh di bawah sebuah pohon. Ia mengatakan saat ini memang sedang mengontrak rumah di Kampung Kenari Pall II Manado.
Oyo juga sempat menawarkan bantal dan kasur yang ditentengnya dengan mengunakan sebatang bambu kecil.
"Bapak mau beli? Satu set saya jual dengan harga Rp 200 ribu dengan isi dua bantal kepala dan satu bantal peluk dan kalau kasur Rp.250 ribu. Bapak juga bisa tawar,kalau mau nawar bisa kurang Rp.25.000,"ujarnya.
Oyo mengatakan sudah berjualan hampir semua kota dan kabupaten kota di Indonesia hanya dengan berjalan kaki saja.
"Saya awalnya berjualan di Sabang dan Aceh, karena ingin mendapatkan pengalaman sayapun memberanikan diri untuk berpindah-pindah tempat sampai ke Merauke. Sebenarnya berada di Manado hanya sebagian dari petualangan hidup saya, terakhir sebelum berada di sini saya berjualan di Kota Gorontalo,"ujarnya.
Mengenai suka duka saat berdagang ia mengatakan bahwa paling parah ketika berjualan di Kota Banda Aceh.
"Saya pernah diancam ketika berjualan di Kota Aceh, sampai barang dagangan saya pun diambil, uang hasil dagangan sebulan berangkat bersama barang yang saya bawa. Waktu itu tahun 2005 saya melewati sebuah gang kecil, tanpa di sadari saya dihadang oleh beberapa orang mengunakan senjata api dan menyatakan sebagai anggota GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Karena takut dibunuh saya pun merelakan semua barang saya diambil oleh komplotan itu, mereka yang berjubah putih dan mengunakan ikat kepala bermotif kotak-kotak memalingkan badan saya ke tembok dan tidak boleh melihat sampai mereka menghilang," ujarnya.
"Kalau penolakan,dimarahi,ditawar terlalu rendah,kena panas,dan hujan memang sudah tidak bisa dihindari karena akan selalu bertemu dengan hal-hal tersebut. Mungkin untuk kesulitan di berjualan di Kota Manado harus menempuh jarak yang cukup jauh,yaitu dari Pall II sampai ke malalayang,"tambahnya.
Mengenai hasil memang tidak menentu kadang banyak kadang sedikit atau tidak ada sama sekali. Oyo mengatakan tiap unit mendapat untung Rp.50.000.
"Keuntungan yang saya dapat tidak menentu,biasanya per unit hanya Rp.50.000, selain itu pernah tidak laku sama sekali. Kalau tidak laku saya hanya kasihan sama istri dan anak di rumah sebab besok hari hanya makan dua kali sehari,"ujarnya.
Oyo biasanya pindah ke tempat baru jika di tempat lama tidak laku.
"Kalau tidak laku saya pasti langsung pindah, begitu pula anak saya, biasanya juga pindah sekolah. Kepindahan saya tidak menentu kemana,biasanya ke tempat yang bisa membuat dagangan saya laku semua atau laris manis. Kalau lagi sunyi atau tidak laku sya pasti dimarahi bos sebab harus kejar setoran, biasanya barang dagangan ini langsung di kirim dari Jakarta ke tempat saya berada,"ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa selama ini tidak pulang kampung karena harus bertahan menghadapi tantangan hidup.
"Saya sudah 10 tahun tidak pulang ke kampung halaman saya Purbalingga Jawa Tengah. Kalau mau pulang kan setengah mati,uang yang di dapat hanya cukup untuk biaya anak sekolah dan makan sehari-hari. Nanti kalau pulang kampung pasti harus berdagang di sana biar dapat uang buat balik, sedangkan di sana banyak yang dagang seperti saya," ujarnya. (tribunmanado/felix tendeken)