Kisah Juara Olimpiade Sains Jadi Korban "Pembegalan" Birokrasi
Tiga Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berhasil menjuarai Olimpiade Sains Nasional (OSN) tak bisa maju ke tingkat provinsi.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sebuah ironi dalam dunia pendidikan kembali terjadi di Kabupaten Semarang. Tiga Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berhasil menjuarai Olimpiade Sains Nasional (OSN) tak bisa maju ke tingkat provinsi.
Ketiga MI tersebut adalah MI Al Bidayah di Desa Candi, Kecamatan Bandungan juara pertama mata pelajaran (mapel) matematika, MI Wonokasihan Jambu juara pertama mapel IPA dan MI Kalirejo, Ungaran Timur, sabet juara ketiga mapel IPA.
Pihak penyelenggara, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang beralasan, petunjuk teknis dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar menyatakan bahwa OSN tingkat provinsi hanya untuk sekolah dasar (SD).
"OSN dilaksanakan pada 24 Februari lalu di UPTD Tuntang. Kita bersaing dengan seluruh SD/MI se-Kabupaten Semarang. Setelah pengumuman juara, kita semua dikumpulkan. Saat itu disampaikan bahwa mohon maaf, dari MI hanya sampai di tingkat kabupaten," kata Kholid Mawardi, kepala MI Al Bidayah, Senin (9/3/2015) siang.
Merasa didiskriminasi, para guru pembimbing dari ketiga MI tersebut berusaha memprotes panitia.
Pihaknya juga berupaya mencari tahu kebenaran juknis tersebut melalui kepala seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Semarang, Muhtadi.
Namun Muhtadi menyampaikan bahwa di juknis Dirjen Pendidikan SD memang disebutkan bahwa OSN tingkat provinsi hanya diikuti oleh perwakilan SD.
Mendapati kenyataan itu, para guru MI akhirnya hanya bisa pasrah. Perasaaan telah didiskriminasi, ungkap Kholid, tidak hanya dirasakan oleh para siswa, namun juga oleh para guru dan orangtua siswa.
Padahal para siswa berharap dapat mengikuti kompetisi OSN sampai di tingkat pusat.
"Reaksi kita ya alhamdulillah tapi innalillahi. Alhamdulillah menjadi juara menyisihkan SD-SD unggulan di Kabupaten Semarang. Innalillahi, karena prestasi anak-anak kita 'dibegal' sampai kabupaten," ungkap Kholid didampingi pengurus Yayasan Al Bidayah, Said Riswanto.
Diskriminasi terhadap MI tidak hanya dalam hal prestasi. Menurut Said yang juga anggota komisi B DPRD Kabupaten Semarang itu, selama ini, pemerintah juga telah mendiskriminasi madrasah dalam hal alokasi anggaran untuk sarana dan prasarana.
"Tidak hanya masalah OSN, dalam hal sarpras (sarana dan prasarana, red) kita juga dianaktirikan. Kita lebih banyak mandiri ketimbang bantuan dari pemerintah. Harapannya anak-anak MI ini ke depan tetap bisa berkompetisi hingga tingkat nasional. Pendidikan dasar itu kan SD-MI, ujian sekolah juga SD-MI, tapi kalau OSN kok dibedakan?" tanya Said.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.