Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anak TKI di Sabah Tak Sekolah di Nunukan Lantaran Biaya Tinggi

Sejumlah anak TKI di Sabah, Malaysia, terpaksa kembali ke Malaysia bersama orangtuanya karena tak sanggup menanggung biaya selama belajar di Nunukan.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Anak TKI di Sabah Tak Sekolah di Nunukan Lantaran Biaya Tinggi
Kemendikbud
Kembangkan Minat dan Bakat Anak-anak TKI, Konsul RI Tawau Gelar APSI 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru

TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Sejumlah anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sabah, Malaysia, terpaksa kembali ke Malaysia bersama orangtuanya karena tak sanggup menanggung biaya tinggi selama hidup dan menempuh pendidikan di SMK 1 Nunukan, Kalimantan Utara.

Demikian disampaikan Kepala SMK 1 Nunukan, Lasali. Ia mengatakan beberapa di antara siswa yang orangtuanya TKI di Sabah, Malaysia, tidak kembali lagi ke Nunukan saat pulang liburan ke Malaysia.

“Mereka pulang liburan lima atau enam orang. Yang kembali tinggal tiga atau empat orang,” ujar Lasali saat berdialog dengan Dirjen Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ahmad Jazidie di SMK 1 Sebatik Barat, Kamis (9/4/2015).

Lasali mengatakan SMK 1 Nunukan menampung sedikitnya 200 anak TKI asal Malaysia. Selama di Nunukan mereka tinggal di kos-kosan yang biayanya mencapai Rp 400 ribu per bulan.

“Kami sudah usulkan pembangunan asrama untuk mereka, tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan. Lahan kami tersisa setengah hektar bisa untuk bangun asrama,” ujarnya.

Sebenarnya, kata dia, sebelumnya ada beasiswa untuk siswa Jurusan Pertanian. Namun setelah ditanyakan ke pusat, kuota untuk Kabupaten Nunukan sudah habis.

Berita Rekomendasi

“Padahal mereka tahu di sini banyak anak TKI. Walaupun mereka hanya dapat Rp 1 juta setiap tahun, itu sudah sangat membantu,” terang Lasali.

Persoalan lain yang juga dikeluhkan Lasali, terbatasanya lahan untuk pengembangan ke depan, termasuk ketersediaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di sekolah tersebut.

Kepala SMK 1 Tulin Onsoi, Mahfudz menyampaikan, siswa-siswinya kemungkinan banyak yang berhenti dan memilih menjadi buruh perkebunan sawit karena tidak tersedianya asrama di sekolah itu. Selama ini mereka harus menempuh perjalanan hingga dua jam dari rumah ke sekolah, karena jauhnya jarak dari kediaman masing-masing.

“Mereka berangkat sekolah jam lima dari perusahaan. Nanti jam tujuh baru sampai sekolah. Kalau seperti ini, mereka akan menjadi calon pekerja di perkebunan. Apalagi di sekitar sini hampir semua perkebunan,” ujarnya.

Sementara Kepala SMK 1 Sebatik Barat, Lamija mengatakan, saat ini mereka telah memiliki asrama. Meskipun terbatas hanya untuk 48 siswa, namun pihaknya siap menampung jika ada anak TKI asal Malaysia yang akan bersekolah di sana.

"Yang menjadi masalah ketika menampung anak di asrama, pengelolaan asrama itu agak berat,” ujarnya.

Menanggapi keluhan para kepala SMK, Ahmad Jazidie mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkomitmen menambah kapastias asrama di SMK 1 Sebatik Barat untuk bisa menampung lebih banyak anak TKI dari Malaysia.

Sumber: Tribun Kaltim
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas