Lima Tahun Lagi Sidoarjo Bisa Tenggelam, Pemkab Diminta Serius Tanggulangi Banjir
Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo M Nizar, Kamis (9/4/2015), menilai solusi pemkab terhadap banjir saat ini masih bersifat jangka pendek.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SIDOARJO - Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo M Nizar, Kamis (9/4/2015), menilai solusi pemkab terhadap banjir saat ini masih bersifat jangka pendek. Padahal, ancaman serius banjir menghendaki solusi permanen.
"Saya dengar lima tahun lagi Sidoarjo bisa tenggelam. Mungkin berlebihan ya. Tapi, bagi saya, ini peringatan agar pemkab lebih serius dan konkret menanggulangi banjir. Jadi, paling penting dilakukan pemkab adalah mencegah sejak sekarang. Sekali lagi, Sidoarjo butuh solusi permanen," ujar Nizar.
Menurut Nizar, banjir yang menjadi langganan 114 kelurahan/desa di Sidoarjo ada dua jenis, yakni banjir rob (air laut) akibat air laut pasang dan banjir darat karena manajemen drainase yang kurang baik.
Nizar melihat, usaha-usaha pemkab untuk mencegah banjir selama ini baru sebatas solusi jangka pendek. Pengerukan saluran drainase, memang perlu. Tapi, mestinya dilakukan tanpa menunggu hujan dan banjir.
Dia juga menyayangkan belum adanya grand design drainase dalam tata wilayah Sidoarjo. Padahal, perencanaan drainase kota itu semestinya berjalan beriringan dengan rencana pengembangan perumahan dan industri.
"Sidoarjo kini sudah kehilangan lahan resapan, karena perluasan perumahan dan industri itu. Dengan sistem drainase yang buruk, maka dampaknya adalah banjir," ungkap Nizar.
Nizar meminta pemkab memprioritaskan masalah banjir yang bisa menghambat pembangunan dan mengganggu aktivitas perekonomian warga.
Senada dengan Nizar, pakar tatakota Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Putu Rudi Setiawan mengingatkan kepada Pemkab Sidoarjo untuk meninjau ulang kebijakan tata ruang wilayah dan visi pembangunan di Kota Udang itu.
Banjir di Sidoarjo, kata Putu, terjadi karena semakin berkurangnya lahan resapan akibat menjamurnya perumahan dan industri serta Lumpur Lapindo.
Wilayah resapan di wilayah timur Sidoarjo, sekitar 650 hektar, hilang terpendam Lumpur Lapindo.
"Tanggulangin, misalnya, sekarang bisa dibilang sebagai kawasan yang tidak memiliki fungsi ekologis lagi,” tuturnya.
Menurut dosen jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITS ini, sekarang masih belum terlambat untuk membangun Sidoarjo agar benar-benar aman dari bencana ekologi seperti banjir.
Dia mengimbau pemkab meninjau ulang kebijakan tata wilayah. Daerah yang potensi pertanian dan perikanannya tinggi, tidak perlu dipaksakan menjadi kawasan bisnis atau perkotaan.
"Untuk jangka pendek dan jangka panjang, yang juga harus dilakukan adalah mendesain ulang sistem pengendalian banjir, mulai dari pembuatan bendungan, hingga pemeliharaan infrastruktur dan saluran untuk pengairan. Untuk desain ulang ini, tidak butuh waktu lama. Paling lama hanya enam bulan," jelasnya. (idl/ben)