Mantan Jihadis Asal Semarang Buka Suara Soal ISIS
ISIS, organisasi yang mengusung paham khilafah itu diakuinya lebih kaya dibanding organisasinya saat berperang di Moro, Filipina Selatan.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Mantan napi kasus terorisme, Yusuf Adirama alias Abu Husna yang pernah terlibat dalam Bom Bali I, mengatakan ada perbedaan antara pergerakan jihad di zamannya dan kelompok Negara Islam Irak Suriah (ISIS) yang sedang ramai diperbincangkan.
Perbedaan yang paling kasat mata adalah fasilitas ekonomi yang diberikan.
ISIS, organisasi yang mengusung paham khilafah itu diakuinya lebih kaya dibanding organisasinya saat berperang di Moro, Filipina Selatan.
"Dulu jamaah jihad motivasinya membantu kaum muslimin, dan memperdalam ilmu jihad. Hampir tidak ada tawaran kemakmuran atau keuntungan finansial. Pendahulu kami sebelum ada ISIS, tidak terbersit iming-iming mendapatkan upah," jelas ayah dua anak itu, pekan lalu.
Ia menyadari kelompok jihad waktu itu bukan kelompok semakmur ISIS sekarang.
“Saat ini ISIS bisa kaya karena berhasil menguasai kilang minyak dan sebagainya. Sehingga punya kemampuan untuk membuat magnet tersendiri merekrut anggota baru. Tentunya dengan iming-iming kemakmuran,” katanya.
Apakah kekayaan jamaah jihad jadi magnet tersendiri? Ia tidak menampik ada jihadis yang beralasan memperbaiki tingkat ekonomi.
Ketika hijrah, para pelaku jihad dijanjikan dapat kekayaan, keamanan dan perlindungan.
"Yang pernah saya dengar, setiap pengikut (ISIS) ada jaminan gaji Rp100 juta hingga Rp150 juta per bulan. Dari sana, dengan jumlah segitu, tentu bisa menarik saudaranya di Indonesia," ucapnya.
Namun Yusuf menegaskan, motivasi ekonomi bukan jadi faktor utama jihadis berjuang.
Motivasi berdasarkan idelogi masih jadi faktor utama. “Adanya suntikan faktor ekonomi jadi penunjang,” ujarnya. (Tribun Jateng)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.