Novel Baswedan Menolak Rekonstruksi karena Tak Ada BAP
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, dijadwalkan mengikuti rekonstruksi hari ini, Sabtu (2/5/2015) di Bengkulu.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, dijadwalkan mengikuti rekonstruksi hari ini, Sabtu (2/5/2015) di Bengkulu.
Namun, Novel menolak untuk mengikuti rekonstruksi tersebut. Informasi tersebut disampaikan pengacara Novel, Muji Kartika Rahayu.
"Novel dan penasehat hukum menolak melakukan rekonstruksi," ujar Muji, melalui pesan singkat, Jakarta, Sabtu (2/4/2015).
Menurut Muji ada dua alasan yang menjadi pertimbangan Novel tidak mengikuti rekonstruksi tersebut. Pertama, tidak ada komunikasi yang baik untuk pelaksanaan rekonstruksi. Kedua, Novel sebagai tersangka belum diperiksa dan tidak ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ketiga, instruksi dari Presiden dan Kapolri agar instruksi tersebut dilaksanakan lebih dulu.
"Penyidik memutuskan akan melakukan rekonstruksi tanpa Novel. Selain itu, polisi kemungkinan hendak membawa ke Jakarta dan dari situ polisi membebaskan Novel," kata dia.
Muji menilai rekonstruksi tersebut aneh dan dipaksakan Polri karena tanpa kehadiran Novel. Lagi pula penyidik kepolisian tidak meminta keterangan dari para tersangka lainnya.
"Rekonstruksi imajiner ini benar-benar melanggar ketentuan hukum acara yang berlaku. Bagaimana mungkin rekonstruksi tanpa ada keterangan para tersangka," kata Muji.
"Rekonstruksi ini tak lebih dari cara polisi untuk membentuk persepsi publik yang merugikan Novel dengan mempertontonkan ke publik Novel dengan seragam tahanan dan borgol," ujar Muji.
Sebelumnya penyidik Polisi menangkap penyidik KPK Novel Baswedan terkait kasus penembakan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004. Saat itu Novel masih berstatus sebagai anggota Polri aktif.
Novel sebenarnya hendak pernah ditangkap pada tahun 2012 lalu. Namun SBY yang saat itu menjabat sebagai presiden turun tangan dan menyatakan penetapan tersangka dan penangkapan tersebut tidak tepat.
Apalagi saat itu KPK baru saja menangkap Kakorlantas Irjen Djoko Susilo terkait dugaan korupsi pengadaan simulator Sura Izin Mengemudi (SIM). (Eri Komar Sinaga)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.