Sabdaraja Dikhawatirkan Berdampak Pada Keutuhan Keistimewaan DIY
Perubahan nama gelar sesuai Sabdaraja, dikhawatirkan akan menghilangkan nilai-nilai spiritual Kasultanan
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.YOGYAKARTA - Sejumlah kalangan menyayangkan adanya perubahan gelar atas Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga Gubernur daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X. Perubahan nama gelar sesuai Sabdaraja, dikhawatirkan akan menghilangkan nilai-nilai spiritual Kasultanan.
Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto mengungkapkan, dari aspek hukum tata Negara, nama gelar Kasultanan itu adalah penghormatan dan penghargaan dari Negara Republik Indonesia kepada DIY. Khususnya penghormatan terhadap Kasultanan dan Kadipaten atas nilai-nilai adiluhung, adat istiadat yang terpelihara turun temurun dan ratusan tahun.
“Banyak berbagai kalangan dari masyarakat umum, kalangan akademisi, dan rakyat Yogya lainnya, seluruhnya menyayangkan itu dan khawatir. Mereka menyampaikan lewat SMS dan telepon. Kalangan akademisi menyayangkan itu, kok seperti ini kejadiannya,” kata Arif, Minggu (3/5/2015).
Pergantian nama ini selain dikhawatirkan akan kehilangan nilai spiritualitas, juga dikhawatiran akan berimplikasi terhadap keberadaan Undang Undang Keistimewaan (UUK). Sebab ketika sudah sampai di Mendagri, tentu akan ada koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
“Khawatirnya, akan muncul banyak penafsiran (dari Mendagri dan DPR RI) seperti, bahwa kita dinilai gagal menjalankan UUK. Atau kemudian Sultan yang berganti gelar itu akhirnya dinyatakan tidak sesuai UUK yang artinya tidak memenuhi syarat (menjabat Gubernur). Ini perlu dipikirkan serius,” ungkapnya.
Arif mengatakan, Sultan terlalu tergesa mengubah gelar melalui Sabdaraja. Harusnya, UUK dilaksanakan terlebih dahulu secara utuh, greget dan fokus ‘ora mingkuh’. Kewenangan yang diberikan pada DIY dengan adanya Dana Keistimewaan (Danais) harusnya terlebih dahulu dilaksanakan sebaik-baiknya.
Sebab, pelaksanaan UUK ini membutuhkan pemikiran, konsolidasi dan langkah bersama dari semua pihak. Mulai dari Pemda DIY, DPRD DIY, masyarakat, Organisassi Kemasyarakatan, LSM, akademisi, Kasultanan, Kadipaten, semuanya harus bahu membahu dan solid.
“Kalau ke depan ada langkah pemikiran baru terkait gelar Sultan ataupun Gubernur perempuan, itu kita pikirkan di kemudian hari pada saat kita sudah mampu menunjukan secara serius, bahwa Keistimewaaan ini dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengungkapkan, jika usulan perubahan nama Sultan telah terkirim ke Mendagri. Maka, DPRD DIY akan menanggil Pemda DIY atau Gubernur DIY untuk memintai keterangan. Sejauh ini, DPRD juga belum menerima surat resmi mengenai perubahan nama tersebut.
“Kami di DPRD akan mengundang Pemda atau Gubernur untuk memintai penjelasan lebih lanjut terkait dengan perubahan nama itu,” katanya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.