Perusahaan Terkubur Lumpur Lapindo yang Muncul Malah Debt Collector
Adrian Zulkarnain, Direktur PT Srikaya Putra Mas, berharap segera mendapat ganti rugi untuk kembali menghidupkan perusahaannya
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.SIDOARJO - Adrian Zulkarnain, Direktur PT Srikaya Putra Mas, berharap segera mendapat ganti rugi untuk kembali menghidupkan perusahaannya yang terkubur lumpur Lapindo.
Tapi, harapan tak kunjung terkabul. Yang sering muncul justru debt collector dari bank.
”Bank menganggap aset saya nilainya nol. Karena itu, mereka memaksa saya menjual rumah untuk melunasi sisa pinjaman,” kata Adrian, Selasa (19/5/2015).
Tapi Adrian bersikeras menolak menjadikan rumah sebagai agunan atau dijual untuk menutup utang, karena itu bukan aset perusahaan, melainkan harta keluarga.
Ia tidak bisa membayangkan, kemana anak dan istrinya akan tinggal, bila rumah itu dijual.
Sikap Adrian berdampak. Bank swasta itu memasukkan namanya dalam daftar hitam.
”Kalau sudah masuk blacklist begitu, pinjam ke bank manapun tidak bisa,” tambah pria satu anak ini.
Karenanya, ia berharap mendapatkan modal dari penggantian aset yang hilang, sekitar Rp 28 miliar. Tapi, oleh Lapindo dihargai Rp 8,5 miliar dan baru dibayar Rp 3 miliar.
Lewat bantuan kolega, ia bisa memutar kembali perusahan, dengan membeli lahan di kawasan Krian.
Cerita mirip juga dialami Darwin Nazar, pimpinan PT Airlangga Mebelindo. Sampai kini ia masih dibebani utang menumpuk.
Sebelum Desa Jatirejo tenggelam, pabrik Darwin ini mampu mengirim 15-20 kontainer furniture ke Eropa setiap bulan.
Kini, Darwin berupaya merintis kembali usahanya di lahan sewaan di Gedangan. (Benni Indo/Eben Haezer Panca/David Yohannes)