Menangis di Pundak Ibu, Agus Tai Beri Pengakuan Ini Terkait Engeline
Agus terlihat kaget begitu masuk ke ruang rapat Ditreskrimum dan mendapati ibu serta kakaknya di situ.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM.DENPASAR - Tangis Agus Tai Handamai (24) pecah begitu memasuki ruang rapat Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali.
Tersangka pembunuhan Engeline itu tak menyangka bahwa ibu kandungnya, yaitu Kandokang Madik, dan kakak sulungnya Hiwa Hamandoru datang menemuinya di Denpasar.
Ketiganya dipertemukan selama 1,5 jam di ruang rapat Ditreskrimum Polda Bali, Selasa (23/6/2015) siang.
Pantauan Tribun Bali, Agus terlihat kaget begitu masuk ke ruang rapat Ditreskrimum dan mendapati ibu serta kakaknya di situ.
Kandokang dan Agus tiba di Denpasar dari daerah asalnya Sumba Timur, sejak Senin (22/6/2015).
Keduanya didatangkan oleh Polda Bali.
Anak kelima dari 10 bersaudara ini langsung menyandarkan kepalanya ke pundak Kandokang sembari menangis. Ibunya pun merangkul badan Agus.
Keduanya berpelukan selama 10 menit dengan diiringi derai air mata. Kakak Agus, Hiwa Hamandoru, terlihat duduk kursi di belakang keduanya dan hanya menyaksikan adegan haru itu.
Dalam rangkulan ibunya itu, dengan bercucuran air mata Agus menyatakan permintaan maafnya.
"Mama saya minta maaf, selama ini saya berbohong. Sekarang saya mau jujur," ucap Agus sambil meneteskan air mata.
Setelah itu, Agus berpaling ke arah Doru (panggilan akrab Hiwa Hamandoru).
Ia pun kembali menyandarkan kepalanya ke pundak kakak sulungnya itu sambil terus menangis dan meminta maaf.
Dalam pertemuan tersebut hadir Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Bali, AKBP Komang Sandhy, dan Kepala Satuan Reskrim Polresta Denpasar, Komisaris Polisi (Kompol) I Nengah Sadiarta.
Setelah suasana berangsur tenang, Agus pun diberi waktu untuk bercerita terkait ikhwal kasus pembunuhan terhadap Engeline Megawe.
Agus bercerita dengan tetap meneteskan air mata.
Agus mengutarakan pada Kandokang bahwa dirinya tidak membunuh bocah delapan tahun itu. "Bukan saya yang bunuh Engeline," ujar Agus sambil terus menangis.
Pria tamatan kelas III SD ini lantas bercerita terkait pembunuhan Engeline menurut versinya.
Pengakuan Agus itu, sebagian sebetulnya sudah pernah diungkapkan sebelumnya melalui pengacara Agus, Haposan Sihombing.
Agus mengisahkan, pada hari Sabtu (16/5/2015) sekitar pukul 07.00 Wita, ia seperti biasa menjalankan tugasnya memberi makan ayam di kandang bagian belakang kediaman Margriet di Jalan Sedap Malam 26 Denpasar.
Saat itu, ia sempat melihat Engeline sedang memberi makan ayam di depan kamar Margriet.
Ia pun melanjutkan tugasnya mengepel kemudian memberi minuman ayam.
Setelah memberi minum ayam, Agus menuju kamarnya untuk mengambil peralatan kerjanya di antaranya, gergaji, palu, paku, dan parang.
Namun, Agus tak menemukan parang yang biasa digunakan saat bekerja.
"Saat sedang cari parang, saya dengar Engeline menangis histeris di kamar Margriet dan bilang 'mama lepasin saya'. Nangisnya tidak begitu lama," ujar Agus.
Sekitar pukul 09.00 wita, Margriet memanggil Agus ke kamarnya.
Betapa kaget Agus ketika ia melihat Engeline telah terkapar bersimbah darah di lantai kamar Margriet.
"Saya sempat rangkul anak itu. Dia tidak bergerak lagi, matanya juga dalam keadaan terbuka," kata Agus.
Menurut Agus, Margriet lantas mengancamnya agar tidak memberitahukan keadaan Engeline itu pada siapapun.
Jika terbongkar, Agus harus mengaku memperkosa dan membunuh Engeline.
Kalau kamu sampai buka rahasia, kamu akan dibunuh sama orang-orangku, lalu dia berjanji beri uang Rp 200 juta itu pada tanggal 24 Mei. Kalau kamu sudah terima uang itu nanti, kamu kembali ke Sumba dan jangan pernah kembali ke Bali," begitu menurut Agus tentang apa yang dikatakan Margriet kepadanya.
Kemudian, Agus diperintah mengambil tali, mengikat leher, dan membungkus mayat Engeline.
Sebelum membungkus mayat, Margriet sempat menyuruh Agus memperkosa Engeline. Bahkan, Margriet yang membuka celana dalam Engeline.
Namun, Agus mengaku tidak memperkosa Engeline.
Baju yang sedang dipakainya, menurut Agus, diperintahkan juga ditaruh di badan Engeline.
"Saya lari ke kamar mandi ganti pakaian, lalu saya meletakkan baju dan celana saya di badan Engeline," imbuh Agus.
Saat itu, baju yang digunakan Agus berwarna hitam dan jins pendek berwarna biru dengan tanda sobek di bagian sakunya.
Kemudian, masih kata Agus, Margriet menyuruhnya mengambil tali di bawah lemari Engeline lalu, diikatkan ke leher Engeline.
Tak hanya itu, Agus juga disuruh membakar rokok.
"Dia minta rokok yang saya hisap. Saya langsung buang. Lalu, Margriet mengambil rokok itu dan menyundutkannya ke badan Engeline," kata Agus.
Agus diperintahkan pula untuk mengambil boneka di lemari Engeline.
Setelah itu, Agus menguburkan Engeline di lubang yang telah disiapkan di belakang rumah Margreit.
"Pada badan Engeline itu ada baju dan celana saya, boneka, kain merah, dan tali," kata Agus.
Kuasa hukum Agus, Haposan Sihombing mengatakan bahwa keterangan Agus pada ibunya itu sesuai dengan apa yang diucapkan Agus pada penyidik pada 17 Juni dan pemeriksaan setelahnya. (*)