Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Memprihatinkan, Wanita Ini Tinggal di Gubuk Reyot Bersama Dua Anaknya yang Masih Balita

Sebuah gubuk berbahan kayu seluas kurang lebih dua meter persegi terlihat saat melewati perlintasan kereta api di Dusun Tapen RT 14, Argorejo, Sedayu.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Memprihatinkan, Wanita Ini Tinggal di Gubuk Reyot Bersama Dua Anaknya yang Masih Balita
Facebook Info Cegatan Jogja | Arief Ar / Tribunjogja.com | Anas Apriyadi
Zuniatun (35) tinggal bersama dua orang anaknya di sebuah gubuk reyot di Dusun Tapen RT 14, Argorejo, Sedayu 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Anas Apriyadi

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Sebuah gubuk berbahan kayu seluas kurang lebih dua meter persegi terlihat saat melewati perlintasan kereta api di Dusun Tapen RT 14, Argorejo, Sedayu, Bantul.

Di bangunan yang nyaris mirip kandang inilah, Zuniatun (35) tinggal bersama kedua anaknya yang masih kecil.

Ketika dikunjungi, gubuknya ini breada sekitar 40 meter di barat rel kerata api.

Gubuk tersebut hanya berlantai tanah tanpa pintu.

Hanya ada satu buah kasur lapuk tanpa dipan yang digunakan Atun dan kedua anaknya melepas lelah.

Sementara itu, beberapa helai baju juga dibiarkan berserakan diatas kasur.

Berita Rekomendasi

Tidak banyak yang bisa ditemukan di dalamnya.

Terlihat ada Al-Quran diatas tumpukan baju, juga ada buku tulis kedua anaknya, Afrian Noor Damayanto (5) yang baru mau masuk TK, dan M Rizky Agung Trianto yang masih berusia 19 bulan.

Sementara anak pertamanya, Muhammad Irfan Saifurrohman kini sudah kelas 4 SD dan tinggal bersama neneknya di Polaman Sedayu.

Ketika ditemui, Atun menceritakan bahwa gubuk tempat tinggalnya itu dibuat oleh dirinya sendiri.

Gubuk ini berdiri diatas lahan mnilik ayahnya yang juga tempat dimana ia dilahirkan.

"Waktu ada gempa (tahun 2007) ambruk, dan ditinggal ke Polaman semua, tempat ibu saya," tuturnya, Selasa (7/7/2015).

Adapun sebelum gempa Bantul 2006 silam, Atun sempat merantau ke Malaysia untuk bekerja.

Di perantauan Atun bertemu Gabriel, seorang pria asal NTT dan menikah siri dengannya.

Bersama suaminya, Atun sempat tinggal di Polaman dan memiliki tiga anak.

Setelah hidup bersama sekian tahun dan tidak berhasil mengurus pernikahan secara resmi, keduanya memutuskan hidup sendiri-sendiri.

"Saya sekarang tidak dinafkahi, anak-anak juga tidak pernah dikasih duit," ujar Atun.

Atun pun kemudian ingin tinggal di rumah sendiri di bekas rumahnya dulu yang telah ambruk di Tapen. Karena kurangnya dana, Atun belum bisa membangun rumah secara permanen.

Kini baru menyisakan pondasi rumah yang belum jadi tak jauh dari gubuknya.

"Gubuknya saya bikin sendiri rencananya dulu buat dapur, pondasi ini dari bapaknya tapi kehabisan bahan belum selesai," ungkapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Atun yang kini hanya sibuk mengasuh kedua anaknya dan tidak bekerja mengandalkan bantuan makanan dan kebutuhan sehari-hari dari tetangga dan warga dusun Tapen.

"Inginnya tetap punya pekerjaan kalau nanti anak-anak sudah agak besar supaya bisa disambi," terangnya.

Kondisi tempat tinggal Atun yang dianggap kurang layak untuk membesarkan kedua anaknya juga mengundang perhatian warga Tapen untuk membantu.

Warga Tapen, menurut Atun sudah berencana membuatkan rumah yang lebih layak dengan dinding gedek usai lebaran nanti di pondasi rumah yang sebelumnya telah dibuat.

Bahkan beberapa hari yang lalu ada warga yang memberi TV, namun belum bisa digunakan karena aliran listrik yang dialirkan ke gubuknya dari rumah tetangga baru bisa digunakan untuk penerangan sebuah lampu.

"Rasanya biasa saja mas tinggal di rumah seperti ini, dingin ya tidak dirasa dingin, kalau hujan paling cuma bocor gentingnya karena masangnya ada yang terbalik," paparnya.

Kepala Dukuh Tapen, Fuad menerangkan Atun mulai tinggal di gubuk sekitar setengah bulan sebelum bulan puasa, sebelumnya Atun sempat tinggal di salah satu kerabatnya di Tapen menunggu jadinya rumah setelah pindah dari Polaman.

"Saya bilang kalau mau tinggal di Tapen, tempat tinggalnya dibuat layak dulu, kurang tahu sebabnya akhirnya tinggal di situ walau belum layak," terangnya.

Fuad menjelaskan masyarakat telah memiliki inisiatif untuk memperbaiki rumah Atun, prioritas yang perlu lebih dulu diusahakan menurutnya adalah dibuatkannya bangunan yang lebih layak huni sebelum nantinya datang musim penghujan, serta adanya tempat MCK (Mandi, Cuci, Kakus) untuk menjaga kebersihan dan kesehatan.

"Kalau bisa ada yang kasih dia pekerjaan agar ada semangat hidup," tandasnya. (apr)

Tags:
Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas