Stikes Majapahit Buleleng Disita Polisi
Sejumlah anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Buleleng mendatangi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Majapahit Desa/Kecamatan Sukasada, Buleleng
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Sejumlah anggota Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Buleleng mendatangi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Majapahit di Jalan Gelantik Gingsir, Desa/Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, Selasa (1/9/2015).
Mereka menyita papan nama perguruan tinggi tersebut.
Kasatreskrim Polres Buleleng, AKP Ketut Adnyana TJ mengatakan, penyitaan papan nama ini atas petunjuk P18 dan P19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Kami masih dalam proses melengkapi berkas yang dikirim ke JPU, dan ditambah dengan penyitaan ini sebagai syaratnya. Nanti bisa segera meningkat ke P21," ujar Adnyana TJ.
Saat ini, Stikes Majapahit sudah tidak diperkenankan menyelenggarakan aktivitas pendidikan lagi. Mengingat statusnya sedang dalam proses hukum.
"Karena sedang berkasus, tidak boleh lagi ada aktivitas apapun di dalamnya. Kalau ada aktivitas akan kami tindak lagi," katanya.
Ketua Stikes Majapahit, Gede Sunjaya yang berstatus tersangka juga tidak dapat menunjukkan bukti legalitas perguruan tinggi yang dipimpinnya, beserta akreditasinya.
Namun, Sunjaya bersama Ketua Yayasan Kesejahteraan Warga Kesehatan (YKWK) yang menaungi perguruan tinggi tersebut, Ni Made Trisna Dharmayanti yang berstatus tersangka belum ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Adnyana TJ menjelaskan, kedua tersangka itu belum ditahan karena berkasnya masih belum lengkap.
"Tersangkanya masih dua orang. Masih belum kami lakukan upaya penahanan karena tersangka masih kooperatif. Kalau sudah lengkap atau P21 pasti akan kami lakukan penahanan," tuturnya.
Sunjaya dan Trisna sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penerbitan 36 ijazah palsu dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin.
Keduanya telah menjalankan pendidikan sejak 2010 lalu.
Mereka dikenakan pasal 71 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ancaman hukumannya penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp 1 miliar.