Kisah Inspiratif Mahasiswi Tunanetra Asal Indonesia di World Blind Union
Meski sempat terpuruk akibat kebutaan, Eka Pratiwi Taufanty dapat bangkit dan kini masuk delapan besar di ajang World Blind Union.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rival Almanaf
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Meski sempat terpuruk akibat kebutaan, gadis bernama lengkap Eka Pratiwi Taufanty mampu bangkit dan kini memilih membantu rekan-rekannya sesama penyandang disabilitas.
Mahasiswi Sastra Inggris Universitas Dian Nuswantoro yang akrab disapa Eka itu menderita gangguan penglihatan sehingga akhirnya mengalami kebutaan.
"Awalnya saya masih bisa melihat hingga akhirnya saat kelas dua SMP mengalami rabun jauh," jelas Eka dalam keterangan tertulis yang dia kirim kepada Tribun Jateng, Sabtu (5/9/2015).
Namun, karena salah penanganan kini gangguannya semakin parah hingga ia benar-benar tidak bisa melihat. Enam tahun kemudian ia divonis oleh dokter menderita penyakit glukoma yang membuat kedua matanya tidak dapat melihat apapun.
"Saat itu saya sedang duduk di bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Tegal, saya sempat terpuruk hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah pada 2010," sambung dia.
Dia dapat bangkit kembali saat bertemu teman sesama tunanetra yang mengenalkannya kepada sebuah aplikasi yang membantu penyandang masalah penglihatan membaca layar monitor.
Kemudian ia kembali melanjutkan studi sarjananya pada 2012 jurusan Sastra Inggris. "Kenapa saya pilih sastra karena saya optimis melalui ilmu ini kami kaum tunanetra bisa lebih maju, saya berniat untuk mengajak teman-teman yang senasib juga," jelas Eka.
Puncaknya pada 2014 silam, ia berangkat menuju Hongkong untuk mempresentasikan hasil gagasannya dengan topik meningkatkan kemampuan bahasa inggris tunanetra dengan internet menggunakan gawai layar sentuh.
Tulisan yang ia buat bertujuan agar para penyandang tunanetra mampu bersaing di dunia global, salah satunya meningkatkan kemampuan berbahasa inggris yang dikombinasikan dengan teknologi.
Berkat tulisannya, Eka lolos seleksi dan masuk delapan besar di ajang World Blind Union yang kemudian diberi kesempatan untuk mepresentasikan karyanya bersama tujuh penyandang disabilitas dari berbagai negara di Asia Pasifik.