Kiai Budi Persembahkan Tari Sufi Untuk Mendiang Uskup Agung Semarang
Yang menarik, Kiai Budi Hardjana, pengasuh Pondok Pesantren Al Islah Meteseh, Tembalang menghadirkan tarian sufi dengan iringan lagu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Rangkaian ibadat dan doa di Gereja Katedral Semarang menandai upacara penghormatan terakhir untuk mendiang Uskup Agung Semarang, Mgr Johannes Pujasumarta, Kamis (12/11/2015).
Sejak pukul 04.30 WIB, umat sudah berdatangan ke Gereja Katedral Semarang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Uskup Semarang.
Pada pukul 05.30 WIB, perayaan Ekaristi dipersembahkan oleh sembilan imam, yang dipimpin Romo Kurnia Pr.
Ribuan umat hadir dalam Perayaan Ekaristi ini.
Sesudah Perayaan Ekaristi, umat masih terus memberikan penghormatan terakhir.
Sebagian pelayat juga tampak mendoakan Uskup yang mereka kasihi.
Pada pukul 08.00 WIB, diselenggarakan ibadat pemberangkatan jenazah yang akan dibawa menuju Seminari Tinggi St Paulus, Kentungan, Yogyakarta.
Jenazah akan dimakamkan di makam para Imam Praja (Diosesan) Keuskupan Agung Semarang yang berada di kompleks Seminari Tinggi tersebut pada hari Jumat (13/11/2015).
Yang menarik, Kiai Budi Hardjana, pengasuh Pondok Pesantren Al Islah Meteseh, Tembalang menghadirkan tarian sufi dengan iringan lagu.
"Ndherek Dewi Maria" yang dinyanyikan oleh seluruh umat yang hadir tersebut.
Hal itu menurut Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan kepercayaan Keuskupan Agung Semarang, Romo Aloys Budi Purnomo Pr, terjadi sesaat menjelang pemberangkatan jenazah Mgr Johannes Pujasumarta dari Gereja Katedral Semarang menuju Seminari Tinggi St Paulus Yogyakarta.
"Kiai Budi pun dengan piawai dan khidmat maju dan berdiri di samping peti jenazah, memberi hormat lalu mulai menari selama lagu dinyanyikan," demikian disampaikan Romo Budi kepada Tribun, Kamis (12/11/2015).
Kiai Budi sendiri sengaja hadir dalam upacara itu setelah ditelpon Romo Aloys Budi Purnomo Pr, bahwa Mgr. Puja wafat.
"Saat ditelpon, Kiai Budi masih berada di Tuban. Kiai yang mahir menari sufi dan banyak santri penari sufinya itu langsung pulang demi persahabatannya dengan Mgr. Puja selama ini," jelas Romo Budi.
Kata dia, bahwa tarian sufi itu juga dipersembahkannya sendiri sebagai tanda persahabatannya dengan mendiang Bapak Uskup Agung Semarang itu yang setiap Hari Raya Idul FItri bersilaturahmi ke pondoknya.
"Bahkan di saat sedang berjuang dengan sakit yang dideritanya, Mgr. Pujasumarta tetap bersilaturahmi ke Ponpen Al Islah pada Hari Raya Idul Fitri 2015 yang lalu," tutur Romo Budi mengulang keterangan Kiai Budi mengenang sosok Uskup Semarang yang kini telah wafat.
Sesudah Kiai Budi selesai menari sufi, jenazah langsung diberangkatkan menuju Yogyakarta.
Pemberangkatan jenazah Bapak Uskup diiringi dentang lonceng Katedral dan isak tangis umat serta imam yang masih dirundung duka.
Perjalanan menuju Yogya ditempuh melalui jalan biasa, tidak melalui jalan tol atau pun jalan lingkar.
Hal ini dilakukan mengingat umat di Ambarawa dan Bedono juga siap menyambut jenazah Bapak Uskup yang melintasi daerah itu.
Mgr. Johannes Pujasumarta merupakan Uskup, Gembala dan Pemimpin yang mengumat dan merakyat.
Itulah yang selama ini ditangkap banyak orang termasuk Romo Budi yang sempat beberapa kali berkunjung dan berdialog dengan Bapak Uskup selama dirawat di Ruang Anna 402 Rumah Sakit Elisabeth Semarang.
"Beliau sangat kebapakan dan baik hati dalam kesederhanaan dan kecintaan kepada umatnya."
"Bahkan beliau menghayati sakitnya sebagai bagian dari kecintaan kepada umat dan masyarakat. Itulah sebabnya, beliau memilih dirawat dengan cara seperti umat dan meninggal juga seperti umat, dengan tidak mau dirawat di ICU apalagi berobat ke luar negeri," kenang Romo Budi.