Polresta Medan Harus Belajar Banyak Identifikasi Korban Pembunuhan
Polresta Medan, Sumatera Utara, didorong meningkatkan personelnya, terutama kemampuan mereka mengidentifikasi korban pembunuhan.
Penulis: Jefri Susetio
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Polresta Medan, Sumatera Utara, didorong meningkatkan personelnya, terutama kemampuan mereka mengidentifikasi korban pembunuhan.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan Sumatera Utara, Muslim Muis, berujar kemampuan personel mengidentifikasi korban pembunuhan akan meningkatkan penyelesaian kasus ke depannya.
"Bila SDM penegak hukum sudah bagus, maka kasus-kasus besar segera diungkap secara cepat. Polresta Medan harus bekerjasama dengan Mabes Polri untuk meningkatkan kemampuan penegak hukum," kata dia saat dihubungi Tribun Medan, Minggu (27/12/2015).
Ia mendorong Polresta Medan tak sungkan meminta bantuan Tim DVI Polri untuk menyelidiki kasus pembunuhan besar guna membongkar dan menangkap dan pelaku kejahatan.
Tercatat, ada tiga kasus besar yang diungkap Polresta Medan selama 2015 yakni pembunuhan Dusun Mariana Boru Siagian yang sudah mengendap sejak dua tahun lalu, pembunuhan Bocaria Boru Nainggolan (85), warga Jalan Meranti Seiputih juga belum menemukan titik terang.
Polresta Medan juga belum menyelesaikan kasus kejahatan kemanusiaan terhadap warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dilakukan pengusaha burung walet Mohar dan istrinya Hariati Ongko.
Padahal kasus kejahatan yang dilakukan Mohar sudah bergulir sejak Februari 2014, tapi penyidik Unit Vice Control (VC) Judisila Satuan Reskrim Polresta Medan belum melengkapi berkas tersebut.
Kejahatan kemanusiaan yang diduga dilakukan Mohar menyebabkan Rista Botha dan Marni Baun meninggal dunia.
Mohar mengurung 28 perempuan di rumah berlantai empat di Jalan Brigjen Katamso nomor 77. Praktik perbudakan modern ini berlangsung selama empat tahun terakhir.