Polretsa Medan Tumpul Tuntaskan Kasus Mohar Gara-gara Ini
Polresta Medan kesulitan mengambil keterangan para saksi korban kejahatan kemanusiaan karena mereka sudah kembali ke Nusa Tenggara Timur.
Penulis: Jefri Susetio
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Polresta Medan kesulitan menuntaskan kasus kejahatan kemanusiaan yang melibatkan pengusaha burung walet, Mohar, karena tak mampu mendatangkan para saksi yang sudah pulang ke Nusa Tenggara Timur.
"Ada petunjuk dari jaksa yang meminta agar para saksi yaitu 28 pembantu Mohar untuk diperiksa ulang dengan beberapa materi yang harus dipertanyakan. Namun mengingat saksi sebagian besar berdomisili di NTT sehingga menjadi hambatan," kata Kapolresta Medan, Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto, Rabu (30/12/2015).
Mardiaz berujar tidak sedikit para saksi trauma serta stres bila kembali datang ke Medan untuk menjalani pemeriksaan ulang sekaligus harus memberikan keterangan di persidangan.
"Kami sudah melakukan konsolidasi kepada pihak LPSK dan Aris Merdeka Sirait dari pihak Komisi Perlindungan Anak untuk melakukan pendataan terhadap para saksi," ujar dia.
Mardiaz menuturkan hambatan lainnya petugas kesulitan mengumpulkan para saksi lantaran seluruh saksi tak tinggal satu atap atau satu kota di NTT.
Dua pekerja burung walet asal NTT, Rista Botha dan Marni Baun, meninggal dunia pada Februari 2014 lantaran dikurung oleh pengusaha burung walet di Jalan Brigjen Katamso Medan, Sumatera Utara.
Mohar mengurung 28 perempuan di rumah berlantai empat di Jalan Brigjen Katamso nomor 77. Praktik perbudakan modern dilakukan dalam empat tahun terakhir bersama istrinya, Hariati Ongko, dan keponakannya, Fina Winseli.