Sulistyanto Nyaman Gabung Gafatar Karena tak Ada Pembedaan Strata Sosial
'Misi kami di sana adalah ketahanan pangan yang dapat membantu pemerintah,' ujarnya, Sabtu (30/1/2016).
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Tribun Jateng, Rahdyan Trijoko Pamungkas
TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Sulistyanto satu di antara sekian banyak anggota Eks Gafatar, sudah sampai di rumahnya setelah dipulangkan oleh pemerintah dari Kalimantan Barat ke daerah asal masing-masing.
Sulistyanto tiba di Salatiga, tepatnya di Jalan Somopuro RT 02 RW 08 Kecamatan Siderejo Kota Salatiga.
Untuk menuju ke rumahnya harus melewati gang sempit yang berada di daerah tersebut. Di kediamannya ia hidup bersama orang tuanya bersama adik dan kakaknya.
Tribun Jateng mengunjungi Sulistyanto yang tampak lelah dan habis bangun tidur.
Sulistyanto menceritakan kondisi yang sangat melelahkan pada waktu ia berada di penampungan di Kalimantan Barat.
Ia harus menggunakan perahu karet untuk menjangkau daerah tersebut.
Selanjutnya ia dipulangkan menggunakan kapal selama dua hari dan setelah sampai ia diberangkatkan ke Asrama Haji Donohudan Boyolali.
Selama berada Kalimantan Barat kegiatannya sebagai petani. Awal mula mengikuti Gafatar ia merasa enjoy, karena tidak ada pembedaan dalam strata sosial.
Sebelumnya ia berprofesi sebagai tambal ban.
Ia mengakui berangkat ke Kalimantan dengan menggunakan dana sendiri dan tidak ada paksaan.
Selain itu tanah di Kalimantan Barat sangat murah dan menurutnya hal itu sangat cocok baginya untuk dapat bercocok tanam.
Ia rela menjual rumahnya yang berada di Tuntang untuk berangkat dan dibelikan tanah di Kalimantan Barat.
“Kami tidak mengandalkan siapapun, kami tidak membawa nama Gafatar. Selama di sana saya menggunakan dana pribadi. Kami semua saling membatu dalam membuat tempat tinggal," katanya.
Rumah yang dibangun di sana menggunakan kayu dengan model rumah panggung. Suslistyanto suka karena tidak ada pembedaan selama di sana. Dokter pun juga terjun langsung ke sawah dan juga becek-becekan.
"Misi kami di sana adalah ketahanan pangan yang dapat membantu pemerintah," ujarnya, Sabtu (30/1/2016).
Ia tidak menyangka kejadian pembakaran di pemukiman tersebut. Menurutnya yang membakar pemukiman adalah warga asli di daerah tersebut.
Mereka ingin menguasai lahan tersebut. Asetnya yang ia punya ditinggalkan seperti rumah, sawah dan alat-alat usaha.
Sulistyanto juga pernah menjadi ketua organisasi Gafatar di Kota Salatiga. Ia menggantikan ketua sebelumnya yang tidak menjabat lagi.
Ia menyebutkan jumlah anggota di Kota Salatiga yang masih aktif sekitar 25 orang dan tidak semuanya dari Salatiga.
Dalam perekrutan Gafatar tidak ada paksaan. Mereka dengan kesadaraanya ikut berkecimpung di organisasi tersebut.
Gafatar juga pernah melakukan kegiatan bersama dengan organisasi-organisasi lain dalam hal Sosial dan Kebudayaan. Gafatar juga telah mempunyai AD/ART dan SKT yang sudah diserahkan ke Kesbangpol. (*)