Putra Aceh Ciptakan 205 Bank Sampah dan Butik Daur Ulang
Terinspirasi dari sampah di Yogyakarta sewaktu menjalani kuliah di Universitas Islam Indonesia, Hijrah Purnama Putra kini membuat butik daur ulang.
Penulis: Khaerur Reza
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Berawal dari kepedulian akan sampah di Yogyakarta sewaktu menjalani kuliah di Universitas Islam Indonesia, Hijrah Purnama Putra kini membuat butik daur ulang.
Bukan hanya dipasarkan di Yogyakarta, berbagai macam produksinya yang berasal dari daur ulang plastik kemasan sudah dijual ke Aceh hingga Manado.
"Yang belum kita sampai Papua dan Maluku, inginnya kita juga menjangkau ke sana," ujar Hijrah saat ditemui di Grha Sabha Pramana UGM Yogyakarta, Kamis (10/3/2016).
Berbagai macam karya berbahan plastik kemasan mulai tas, dompet, totebag hingga mainan ramah lingkungan produksi Hijrah unik dan menarik. Ia bahkan menerima pesanan dalam bentuk custom
Dosen UII tersebut menceritakan bersama beberapa temannya dari Teknik Lingkungan UII sejak 2005 rajin mengumpulkan terutama sampah plastik dari warung-warung mi instan 24 jam yang bertebaran di dekat indekos mahasiswa.
Awalnya sampah tersebut hanya dikumpulkan saja hingga menggunung, baru sejak 2009 dia mulai memanfaatkannya dan mengubahnya sebagai tas seminar.
"Kita pertama buat seminar kit 250 pis di sebuah acara di UGM, masing-masing Rp 25 ribu. Dari situ kita tahu kalau sampah bisa jadi uang. Akhirnya kita kumpuli sampahnya makin semangat," ujar pria asli Aceh tersebut.
Kini, ia tak hanya mengumpulkan sampah dari warung makan tapi juga menyasar masyarakat agar membuat bank sampah. Sementara itu produk yang dihasilkan makin beragam mulai tas hingga mainan.
Butik daur ulang miliknya awalnya hanya menjual produk melalui online, tapi akhirnya Hijrah mampu mendirikan toko fisik sejak 2012 dan terus berkembang hingga memiliki 14 pegawai.
"Saat ini sudah ada 205 kelompok bank sampah mulai Kotagede sampai Godean yang tiap bulannya mengumpulkan sampah. Perbulan masuk sekitar 300 ribu bungkus sachet yang artinya bisa mengurangi sekitat satu ton sampah yang masuk TPA Piyungan," jelas dia.
Ia berharap masih bisa terus memajukan usahanya dengan menambah cabang, menambah jenis produk dan melebarkan pemasaran.
Meski sudah berstatus sebagai dosen namun usahanya tersebut tidak pernah dirasa mengganggu aktivitasnya di kampus.
"Tidak mengganggu, justru sangat mendukung bahwa dosen itu tidak bisa hanya memberikan teori saja namun juga praktik," kata Hijrah.