Mantan Bupati Klungkung Divonis 15 Tahun Penjara, Aset Rp 42 Miliar Disita
MA mengabulkan tuntutan jaksa agar Candra dihukum 15 tahun penjara dan menyita seluruh asetnya senilai Rp 42 miliar.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi dari terpidana I Wayan Candra, mantan Bupati Klungkung, dalam kasus dugaan korupsi Pembangunan Dermaga di Klungkung Daratan tahun 2006.
Sebaliknya, MA mengabulkan tuntutan jaksa agar Candra dihukum 15 tahun penjara dan menyita seluruh asetnya senilai Rp 42 miliar.
Majelis kasasi itu diketuai oleh hakim agung Dr Artidjo Alkostar, dengan anggota Abdul Latief dan MS Lumme.
Kasus bernomor 2964 K/PID.SUS/2015 itu diketok pada 7 Maret 2016.
"Mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan menolak permohonan kasasi terdakwa," demikian dilansir panitera MA dalam websitenya, Senin (21/3/2016).
Aset-aset Candra yang telah disita Kejaksaan Negeri Klungkung, Kamis 31 Oktober 2014, berupa rumah (Puri Cempaka) dan sejumlah tanah di Nusa Penida dan Klungkung.
Rincian tanah yang disita, yakni sebidang tanah di Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, seluas 9.540 m2; sebidang tanah di Desa Ped, Nusa Penida, seluas kurang lebih 10.000 m2; sebidang tanah di Desa Tangkas, Kecamatan Klungkung, seluas 1.283 m2; sebidang tanah di Desa Tangkas, Klungkung, seluas 1.800 m2; sebidang tanah di Desa Tojan, Klungkung, seluas 850 m2; sebidang tanah di Desa Dawan Kaler, seluas 14.200 m2; sebidang tanah dan bangunannya di Bay Pass IB Mantra Klungkung (Puri Cempaka).
Penyitaan saat itu dipimpin Kasi Intel Kejari Klungkung, Suhadi.
Kasus ini bermula pada 22 Mei 2006 ketika Candra menerbitkan Keputusan Bupati Klungkung Nomor 183 Tahun 2006 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Dermaga di Klungkung Daratan, berlokasi di bekas Galian C Gunaksa dan Desa Tangkas seluas 50 hektare.
Namun dalam pembebasan lahan untuk Dermaga Gunaksa terjadi kebocoran anggaran di sana-sini.
Alhasil, jaksa menyidik kasus ini dan Candra diadili di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Pada 18 Juni 2015, jaksa menuntut Bupati Klungkung 2003-2013 itu untuk dihukum selama 15 tahun dan membayar uang pengganti Rp 42 miliar.
Dengan ketentuan, jika tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang.
Namun jika ternyata hartanya masih tidak mencapai Rp 42 miliar, harus ditebus dengan pidana 5 tahun penjara.
Atas tuntutan itu, pada 24 Juni 2015, PN Denpasar menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Candra.
Selain itu, Candra juga dihukum uang pengganti Rp 1,9 miliar yaitu sejumlah uang ia korupsi.
Apabila tidak mau mengganti, maka aset disita dan jika tidak cukup diganti 2 tahun penjara.
Atas vonis ini, jaksa lalu banding.
Gayung bersambut, pada 10 September 2015 majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar memperberat hukuman Chandra, menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara.
Adapun uang penggantinya tidak berubah.
Atas vonis ini, jaksa dan Candra sama-sama mengajukan kasasi.
Jaksa tetap pada tuntutannya yaitu 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 42 miliar disita untuk negara. Dan kini MA mengabulkannya.
Menanggapi jika kasasi I Wayan Candra ditolak, Kapidsus Kejari Klungkung, I Made Pasek Budiawan, mengakui dirinya telah menanyakan kebenaran kabar itu ke Panitera Tipikor.
Namun, ternyata sampai saat ini belum ada kabar jika kasasi mantan orang nomor satu di Klungkung tersebut ditolak.
"Saya memang dengar kabar burung jika kasasi Pak Candra ditolak. Setelah saya cek ke Panitera Tipikor, ternyata putusan kasasi itu belum ada. Jadi, saya belum bisa komentar terkait hal itu. Jika panitera sudah mengkonfirmasi kebenarannya, barulah saya bisa berkomentar," jelas Pasek Budiasa saat dihubungi melalui telepon, Senin (21/3/2016).
Candra disidangkan guna mengungkap kasus dugaan korupsi, gratifikasi dan TPPU.
Salah satunya terkait masalah pembebasan lahan Dermaga Gunaksa Klungkung.
Candra diduga telah melakukan perbuatan tersebut secara bersama-sama dan berkelanjutan saat ia menjabat sebagai Bupati Klungkung dalam kurun waktu 10 tahun.
Nilai korupsi, graifikasi dan TPPU disebutkan dalam dakwaan sebelumnya mencapai Rp 60 miliar lebih.