Bentrok Berdarah, Ratusan Mahasiswa NTT Dipulangkan dari Malang
Bentrok antar mahasiswa di sekitar kampus Universitas Wisnuwardhana, Kota Malang, Minggu (20/3/2016) lalu, kini menelan 'korban' lebih banyak lagi.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Bentrok antar mahasiswa di sekitar kampus Universitas Wisnuwardhana, Kota Malang, Minggu (20/3/2016) lalu, kini menelan 'korban' lebih banyak lagi.
Korbannya bukan korban jiwa, tetapi ratusan mahasiswa asal Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa tidak bisa kuliah.
Mereka terpaksa meninggalkan rumah kos dan kampus mereka untuk pulang kampung.
Alasan keamanan, inilah yang dipakai sehingga mahasiswa asal tiga kabupaten itu meninggalkan Malang untuk sementara waktu.
Sampai situasi aman, demikian jawaban dari Patrisius Jamanuna, mahasiswa asal Kabupaten Sumba Barat Daya.
Rabu (23/3/2016) siang, ratusan mahasiswa itu berkumpul di Balai Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.
Desa ini bersebelahan dengan kawasan kampus Unidha di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Di desa ini pula banyak tinggal mahasiswa asal Sumba, NTT. Sebagian besar menempuh kuliah di Unidha. Tercatat 214 mahasiswa asal Sumba, NTT yang dipulangkan hari ini.
Patris, mahasiswa semester 2 Jurusan Matematika itu mengaku terpaksa mau dipulangkan. Ia mengakui paska bentrok beberapa waktu lalu, suasana di sekitar kawasan kos-nya di Desa Sekarpuro tidak nyaman.
"Sebenarnya tidak mau pulang. Saya ke sini mau kuliah, niatnya belajar. Tetapi karena keinginan warga begitu, ya kami ikut saja, sampai situasi aman dan bagus," ujar Patris.
Ia tidak tahu secara pasti berapa ukuran aman untuk bisa kembali lagi ke Malang.
Patris tidak tahu menahu tentang bentrok beberapa hari lalu di kampusnya. Namun ia terkena getah dari perbuatan segelintir orang itu.
Menurutnya ratusan mahasiswa itu berasal dari Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Sumba Timur.
Sedangkan Anna juga merasa terpaksa pulang. "Terpaksa juga," ujarnya singkat ketika diwawancarai di dalam bus yang akan membawanya ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Ia mengakui resah dan takut paska bentrok beberapa waktu lalu. Tetapi ia sebenarnya tidak mau pulang kalau tidak ada kesepakatan bersama itu.
Rombongan itu akan dikawal secara bertahap sampai ke Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Patrisius mengaku membayar Rp 120.000 untuk biaya kepulangan tersebut.
Beberapa orang mahasiswa harus menunggu kiriman uang dari keluarga sebelum memutuskan pulang.