Asal Usul Bripka Seladi Pilih Nyambi Jadi Pemulung Sampah Ketimbang Terima Uang dari Pembuat SIM
Berita tentang Bripka Seladi, anggota Polres Malang Kota yang memiliki bisnis sampingan sampah mendapatkan reaksi dari beberapa pihak.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Berita tentang Bripka Seladi, anggota Polres Malang Kota yang memiliki bisnis sampingan sampah mendapatkan reaksi dari beberapa pihak.
Hal itu pula membuat Seladi dipanggil pimpinannya di Mapolres Malang Kota.
Kamis (19/5/2016) pagi, Wakapolres Malang Kota Kompol Dewa Putu Eka memanggil Seladi dan berbincang dengannya.
"Ya tadi pagi, saya dipanggil pimpinan, Pak Waka. Beliau tanya tentang kenapa saya punya sampingan ini, ya saya jawab apa adanya," ujar Seladi kepada SURYA.co.id di depan gudang sampahnya di Jalan Dr Wahidin Kecamatan Klojen Kota Malang.
Seladi menceritakan jika dirinya terhimpit kebutuhan ekonomi.
Tetapi, ia tidak mau mencari tambahan pendapatan dengan memanfaatkan pekerjaannya sebagai polisi.
Ia bercerita, bertahun-tahun lalu, memiliki utang sebesar Rp 150 juta.
Ia ketika itu sudah memiliki bisnis sampingan yakni jual beli barang.
"Barang yang saya jual, macam-macam, ada mebel juga televisi. Kemudian saya ditipu orang, barang dibawa tetapi tidak dibayar," ujarnya.
Padahal untuk itu, ia harus memodalinya dengan meminjam ke koperasi kepolisian.
Sampai akhirnya, ia memilih sampah sebagai ladang bisnisnya.
Ia bekerja sampingan sebagai pemulung sejak tahun 2004.
Ia berkeliling memakai sepeda onthelnya untuk mencari sampah.
Sampai delapan tahun silam, ia menempati bangunan kosong yang kini menjadi gudang sampahnya di Jalan Dr Wahidin.
Jadi Polisi
Seladi menjadi polisi sejak tahun 1977.
Sejak 16 tahun silam, ia berdinas di Urusan SIM Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) Polres Malang Kota.
Lahan yang basah, demikian anggapan orang.
Tetapi Seladi memilih bekerja sampingan untuk menambah penghasilannya demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Ia berbisnis jual beli barang, sampai akhirnya cocok berbisnis sampah.
"Sudah jadi anggapan orang, tidak minta pun lho diberi. Seperti contoh, orang nyari SIM, tiga kali tidak lolos. Mereka ada saja yang minta diloloskan sambil ngasih uang."
"Sebenarnya, itu pencari SIM itu bukannya tidak bisa mengikuti ujiannya, tetapi grogi karena ditunggui polisi. Kok ditunggui, orang awam saja kalau ketemu polisi di jalan grogi," tuturnya.
Akhirnya para pencari SIM, ia ajak bicara baik-baik dan diberi pengarahan, termasuk diminta tidak takut dalam menjalani ujian praktik.
Ia memang tidak meloloskan pencari SIM yang memang tidak layak.
Kalau ada yang memberinya uang terimakasih, ia menolaknya atau meminta si pemberi menyerahkannya ke masjid.
"Kalau umpama sehari dikasih uang Rp 50.000 kali 20 orang misalnya dikalikan 16 tahun, hasile lek isa mbendung kali Brantas a (bisa membendung sungai Brantas). Bisa beli rumah di Araya (salah satu perumahan elit di Kota Malang). Tetapi saya tidak ingin, karena itu bertentangan dengan hati nurani," terangnya.
Utang Rp 20 Juta Seladi memilih hidup sederhana, dengan gaji polisinya dan penghasilan dari sampah.
Kini setahun menjelang pensiunnya, Seladi masih memiliki utang sebesar Rp 20 juta ke bank dan koperasi.
Hal itu juga ia kemukakan kepada pimpinannya.
Ia tidak malu menceritakan kisahnya kepada pimpinan, karena apa yang ia lakukan adalah pekerjaan halal.
Ia juga tidak pernah mendahulukan pekerjaan mencari dan memilah sampah.
Ia tetap menomorsatukan tugasnya di kepolisian.
Ia selalu ikut apel, mengatur lalu lintas, mengurusi ujian SIM, juga melakukan pengamanan berkala kalau ada kegiatan di Kota Malang.
Ia juga tidak malu kisahnya banyak diketahui orang setelah diberitakan sejumlah media lokal, regional, juga nasional.
Menurutnya, orang-orang malah bangga kepadanya, terutama yang telah mengetahui kisah hidupnya sejak dulu.
Orang-orang mengacungkan jempol kepadanya.
Bahkan ada juga seorang pengusaha mie di Sidoarjo memberikan bantuan mie kepadanya setelah diliput media beberapa hari lalu.
Karena mie yang diberikan banyak, ia membaginya kepada orang-orang di sekitarnya.
Puncaknya, ia dipanggil pimpinannya.
Pimpinan salut
Wakapolres Malang Kota Kompol Dewa Putu Eka mengaku salut kepada Seladi.
Ia mengakui memanggil Seladi dan berbincang dengannya.
"Saya salut kepada beliau. Apa yang dia lakukan merupakan pekerjaan halal, dan tidak menelantarkan pekerjaan utamanya sebagai polisi," ujarnya.
Di tengah cibiran masyarakat tentang gaya hidup hedonisme di kalangan polisi, kata Dewa, masih ada contoh polisi yang hidup sederhana, tidak berlebihan.
Sebenarnya, apa yang ia dapat dari kepolisian cukup namun ia mencari penghasilan tambahan, dengan tidak mengganggu tugas utamanya.
"Pekerjaan sampingan ini sudah ia lakukan sejak lama, dan dia konsisten melakoninya. Saya yakin masih banyak Seladi-Seladi lain tetapi tidak terekspos," tegasnya.
Terkait penghargaan untuk Seladi, Dewa menambahkan, ada mekanisme pemberian reward kepada anggota polisi.
Ada tim yang menilai kinerja anggota.
"Kalau soal penghargaan itu ada tim yang menilai, dan tentunya kami akan laporkan ke kapolres. Dan tentang persoalan yang menghimpit dia, tentunya kami akan membantu mencarikan solusi," tegasnya.
Apakah juga akan membantu supaya anak Seladi, Rizal Dimas lolos dalam tes polisi, Dewa menegaskan kalau itu tidak bisa dilakukan.
Sebab perekrutan polisi, telah memiliki mekanisme tersendiri dengan menganut azas BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis).
Kalau memang anak Seladi, layak pasti lolos.
Hanya saja, jumlah penerimaan polisi di Indonesia juga sesuai dengan kuota yang telah ditentukan.
Penulis: Sri Wahyunik