Pekan Depan, Stadion GBLA Diuji Beban
Pengujian itu untuk mengukur kekuatan tribun ketika dipenuhi penonton menyusul kontraktor telah melakukan perbaikan.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Tim Ahli Bareskrim Mabes Polri akan melakukan pengujian terhadap Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) pada Rabu dan Kamis di pekan depan.
Pengujian itu untuk mengukur kekuatan tribun ketika dipenuhi penonton menyusul kontraktor telah melakukan perbaikan.
"Kalau diuji ternyata runtuh maka harus dibongkar lagi," ujar Ketua Tim Ahli Bareskrim Mabes Polri, Priyo Susilo, kepada wartawan usai menghadiri pertemuan di Stadion GBLA, Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, Jumat (27/5/2016).
Pengujian itu, Dikatakan Priyo, untuk mencegah negara dirugikan lagi. Sebab kerusakan yang terjadi saat ini sangat merugikan negara.
Setidaknya ada 50 jenis kerusakan yang tercatat tim ahli Bareskrim pada stadion tersebut. ke-50 jenis kerusakan itu pun telah diserahkan kepada BPKP Jabar untuk penghitungan kerugian negara.
"50 item kerusakan itu cukup banyak. Perbaikan untuk satu item itu saja berat," ujar Priyo.
Priyo berharap perbaikan juga jangan hanya asal-asalan untuk memenuhi target.
Sebab sesuai aturan, perbaikan yang dilakukan asal-asalan akan berimpilikasi hukum lagi.
Hal itu, katanya, diatur dalam UU Jasa Kontroksi, UU Bangunan Gedung, dan bisa mengarah ke UU Tindak Pidana Korupsi.
"Aturan hukum bisa disidik lagi kalau tidak tidak sesuai spek atau sesuai aturan," ujar Priyo,
Terkait dengan target perbaikan, Priyo mengatakan, hal tersebut merupakan kewenangan kontraktor.
Pihaknya tidak pernah memberikan target kepada kontraktor untuk memperbaiki stadion dalam jangka waktu tertentu. Hanya, katanya, perbaikan harus sesuai mutual check 0 (MC-0).
"Kami tidak mengada-ada. Misalnya ada retakan, setelah kami periksa tidak ada pondasi, maka kewajiban kontraktor untuk membongkar pasang pondasi. Namanya itu total los. Jadi tidak ada bahasa tambal-tambal atau rekayasa lagi," ujar Priyo. (*)