Sukartini Histeris Para Pria Bercadar Membantai Artawan di Pekarangan Rumahnya
Mereka semua menutupi wajahnya menghunus parang dan menghabisi Artawan begitu cepat di siang bolong.
Editor: Dewi Agustina

TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Suasana di Banjar Dentiyis, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Bali, Jumat (3/5/2016) siang mendadak mencekam.
Tiada yang mengenali siapa pelakunya.
Mereka semua menutupi wajahnya menghunus parang dan menghabisi Artawan begitu cepat di siang bolong.
Setelahnya, para "ninja" itu pergi menghilang dijemput tiga mobil.
Warga berdatangan kian ramai.
Kepanikan terjadi sampai pengguna jalan turut berhenti mencari tahu apa yang sedang terjadi.
Ni Nyoman Sukartini (36), pemilik rumah, tampak begitu syok.
Sebuah tragedi pembantaian berdarah terjadi saat ia sedang sendiri. Saat kejadian sang suami, Made Wandiana (37), tidak ada di rumah.
"Saat kejadian awalnya saya ada di Bale Delod. Dari dalam saya dengar ada suara langkah kaki berlari masuk ke pekarangan rumah kami. Saya kira ada maling lalu saya ke luar untuk melihatnya," ujar Sukartini gemetar.
Namun apa yang terjadi setelahnya? Tepat di depan mata, Sukartini melihat dua pria bercadar mengepung Artawan.
Satu di antaranya menyabetkan parang berkali-kali ke tubuh pria berpakaian adat madya dengan kaos hitam berlambang ormas tersebut. Darah segar mengalir.
Para pria misterius tersebut pergi berlari sejurusnya.
"Darah sudah mengalir membasahi lantai tempat parkir. Dua orang itu langsung pergi berlari lewat gang rumah," katanya dengan nada suara gemetar.
Sukartini yang panik lalu berlari ke luar rumah. Ia berteriak histeris meminta tolong kepada tetangganya.
Mendengar teriakan itu, warga pun berdatangan.
Sukartini segera menghubungi suaminya memberi kabar tentang kejadian mengerikan tersebut.
Tepat di gerbang utama Gang Kabetan, warga kian berkerumun. Cenik, kelih, tua, bajang ketog semprong berdatangan.
Polisi pun langsung menutup jalan dengan memasang police line. Hanya petugas dan pemilik rumah yang diizinkan masuk.
Proses identifikasi berlangsung sekira satu jam.
Mayat Artawan kemudian dibawa ke RSUP Sanglah oleh sebuah mobil ambulans.
Di luar rumah, di depan gang sampai di tepi jalan raya, warga masih berkumpul. Satu sama lain bertukar informasi tentang tragedi berdarah tersebut.
Tidak ada yang bisa mencegahnya. Kejadian itu begitu cepat.
Padahal warga sempat berpikir untuk membunyikan kulkul bulus sebagai tanda terjadi bahaya di wewidangan adat mereka. Namun mereka kebingungan.
"Iya saya melihat bahkan saya bawa handphone. Mau merekam saya tidak kepikiran. Saya takut. Terbesit di kepala saya untuk menyuarakan kulkul bulus tapi kami bingung apa yang harus kami lakukan. Begitu cepat dan mereka sudah menghilang," ujar seorang warga.