Bencana Banjir dan Longsor Memupuskan Harapan Yoseph Memanen 200 Kg Biji Pala
Bencana banjir bandang dan tanah longsor 21 Juni 2016 lalu itu memupuskan asanya untuk mengisi kantong-kantong rupiahnya.
Penulis: Fine Wolajan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Manado, Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.COM, TAHUNA - Yoseph Kasiang (61), warga Kolongan Akembawi tak sabar memetik buah pala yang telah tiga bulan dinantikannya. Ada 70 pohon, bisa menghasilkan 200 kilogram biji pala.
Namun bencana banjir bandang dan tanah longsor 21 Juni 2016 lalu itu memupuskan asanya untuk mengisi kantong-kantong rupiahnya.
"Kalau jadi ada 70 pohon untuk panen, kira-kira ada 200 kilogram pala di sana," ujar Yoseph, Jumat (24/6/2016) saat ditemui di puing-puing sisa rumahnya yang tertutup lumpur.
Kolongan Akembawi di mana Yoseph tinggal menjadi lokasi paling parah terjangan bencana ini. Ia tak biza berbuat apa-apa, hanya bisa meratapi kebunnya dari kejauhan. Terlihat bekas longsoran yang membentuk tebing.
"Sekarang seharusnya panen raya. Selain pala ada juga kopra dan cengkih. Tapi apa boleh buat, bersyukur saja nyawa tak melayang," ujarnya.
Tak hanya Yoseph, semua petani pala dan kopra di desa ini merugi. Samsius Liho (56) juga tak jadi memanen 30 pohon palanya yang ditaksir menghasilkan 150 kilogram.
"Kalau pohon yang besar, dia lebih banyak buah," ujarnya.
Samsius punya tiga ekor sapi. Semuanya hanyut oleh terjangan banjir bandang kala itu. Padahal sapi-sapi itu sudah ada tanda jadi Rp 15 juta per ekor.
"Itu sana sudah dibakar tadi, kalau tidak akan bau busuk," ujarnya sambil menunjuk lokasi di mana sapinya dibakar.
Warga memanen tiga bulan sekali. Sementara jika tak berkebun, mereka melaut. Jika mahal ikan, bisa Rp 500 ribu per hari pendapatan mereka. Untuk sekarang, kebun tertutup longsor, perahu pun tak ada.
"Tak tahu lagi kerja apa. Kebun sudah kena longsor, tak ada perahu. Rusak juga. Kami hanya bergantung pada bantuan pemerintah untuk sekarang," ujarnya. (fin)