Ditangkap Untuk Lauk Makan, Ikan Arwana Gambut Sungai Betara Kini Nyaris Punah
Diyakini ikan yang kerap dipersepsikan pembawa hoki ini terancam punah seiring kian menurun populasinya.
Editor: Wahid Nurdin
Laporan wartawan Tribun Jambi, Hendri Dunan
TRIBUNNEWS.COM, KUALA TUNGKAL - Ikan arwana air gambut di Kecamatan Betara, Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi kini semakin sulit ditemukan.
Diyakini ikan yang kerap dipersepsikan pembawa hoki ini terancam punah seiring kian menurun populasinya.
Ikan arwana air gambut ini berwana silver. Selain itu ada gradasi hijau dan kuning di sisiknya.
Naskah, warga Desa Pematang Bulu, Kecamatan Betara kepada Tribun menuturkan bahwa dirinya pernah menjadi penangkap ikan arwana di Sungai Betara.
Pria kelahiran tahun 1971 ini mengakui jika mendapatkan ikan arwana yang cukup besar, akan dijadikannya sebagai lauk makan.
“Dulu ikan itu belum berharga. Banyak dicari dan kalau sudah dapat yang besar akan dijadikan lauk makan. Untuk ukuran ikan arwana yang besar warnanya dasarnya keperakan, tetapi seperti ada kilau hijaunya ada juga yang kilau kuning buram,” ungkap Naskah, Rabu (3/8/2016).
Pada masa itu, warga tidak mengenal istilah ikan arwana. Warga hanya mengenal ikan sebagai ikan kleso.
Penduduk sering mendapatkan ikan tersebut di sela-sela mencari ikan lainnya di aliran Sungai Betara yang melintas desa mereka.
Untuk mencari ikan tersebut pun diakuinya tidak begitu sulit ketika itu. Terutama anakan ikan yang masih kecil-kecil. Mereka sering menemukannya dan anakan ikan itu tidak diganggu habitatnya.
Hanya ikan yang berukuran besar saja yang mereka tangkap untuk dimakan.
“Pada tahun 80an ikan itu masih banyak. Belum ada harganya. Jadi kalau dapat yang kecil seukuran dua jari akan dipelihara. Tapi kalau yang besar untuk dimakan,”ujarnya.
Namun seiring berjalannya waktu, pada tahun 1990-an tiba-tiba ikan tersebut menjadi sangat berharga. Terutama ketika kolektor dan pedagang ikan asal Jambi dan Jakarta masuk ke wilayah Betara untuk mencarinya.
Sehingga, kemudian banyak warga berburu arwana silver untuk dijual.
“Mulanya itu di tahun 1990-an. Datang pembeli dari Jakarta mencari ikan itu. Mereka berani bayar Rp 5 ribu – Rp 15 ribu per ekor untuk ikan yang sebesar jempol hingga dua jari. Dan paling sedikit membawa 50-100 ekor,” ucap Naskah seraya mengatakan pada tahun tersebut, nilai yang ditawarkan memang lumayan besar.
Bupati Tanjung Jabung Barat, Safrial mengaku pernah mendapatkan laporan dan cerita bahwa di Pematang Lumut ada habitat ikan arwana tersebut.
“Dulu memang ada ikan arwana di wilayah Pematang Lumut. Sekarang tidak tahu lagi apa masih ada atau tidak,” ujarnya belum lama ini.
Mengingat sudah lamanya ikan tersebut tidak ditemukan dan dibicarakan lagi, banyak pihak menyebutkan ikan itu sudah punah dari wilayah Betara.
“Dulu ada juga yang dipelihara. Kepercayaannya kalau memelihara ikan tersebut membawa keberuntungan. Makanya, banyak warga yang memeliharanya dalam toples atau membuat akuarium sendiri. Khususnya yang sebesar dua jari,” ujarnya.
Bagi warga yang memelihara ikan tersebut diberikan makan lipas kayu. Jenis lipas kayu tersebut menjadi makanan kesenangan ikan tersebut. Bahkan tidak sedikit warga yang memelihara ikan tersebut semenjak berukuran kecil hingga membesar.
Warga hanya mengingat si ikan pembawa hoki tersebut hanya dari cerita dan kenangan masa kecil. Seperti melihat ikan arwana mengerami telurnya di dalam mulut, dan melindungi anak-anaknya dari predator lain dengan memasukannya kembali ke dalam mulut ketika belum bisa berenang.
Pengakuan serupa juga diungkapkan oleh Ramlan. Bahwa dulu warga yang sering menemukan ikan warna tersebut hanya dijadikan teman di meja makan. Dan bahkan, Ramlah mengakui pada pertengahan tahun 1980-an ikan tersebut sudah susah ditemui.
Sungai Betara merupakan sungai yang cukup besar dan panjang. Ketika illegal logging masih marak, banyak pompong besar dan ponton melintas di sana untuk menarik kayu. Namun, akibat pembangunan jembatan bungkuk, tidak lagi bisa digunakan untuk keluar masuk pompong.
Akibatnya, terjadi penumpukan rumput, gambut, dan membuat sungai menjadi mati. Warga juga tidak sanggup untuk membersihkan aliran sungai yang dalamnya mencapai 6 meter tersebut. Meskipun warga masih berharap ikan itu masih bisa hidup di bawah air, karena daya tahannya sembunyi dalam lumpur