Hujan Salah Musim, Serangani Hama Padi di Mojokerto Meningkat
Adanya anomali cuaca berdampak pada musim kemarau basah atau fenomena La Nina sedikit banyak berdampak pada lahan pertanian di Kota Mojokerto.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Adanya anomali cuaca berdampak pada musim kemarau basah atau fenomena La Nina sedikit banyak berdampak pada lahan pertanian di Kota Mojokerto.
Itu terlihat dengan potensi serangan hama padi yang kemungkinan meningkat tajam selama musim ini.
Kabid Pertanian Dinas Pertanian dan Peternakan (Disperta) Kota Mojokerto, Moch Khoirul menjelaskan, ketika musim kemarau basah ini terjadi, hama padi seperti wereng, tikus dan burung emprit mulai muncul.
"Potensi munculnya hama wereng, burung dan tikus pada saat kemarau basah seperti ini bisa meningkat tiga kali lipat. Hanya saja, petani pasti tahu apa yang harus mereka perbuat," tuturnya, Minggu (14/8/2016).
Dia mengungkapkan, potensi serangan itu bersifat masif. Kalau dari pola serangan, tak seperti pada setiap musim pada umumnya, karena ini anomali cuaca.
"Walau begitu, terutama untuk tikus, petani tahu bagaimana mengendalikannya. Sedangkan untuk hama burung, memang agak sulit dikendalikan meski dengan memasang boneka orang-orangan ataupun tali," katanya.
Meski begitu, dari tanaman pangan seluas 104 hektar yang ada di Kota Mojokerto, petani tetap menghasilkan 728 ton padi pada setiap musim panen.
"Hasil panen padi tetap tinggi, sekitar tujuh ton per hektar. Hasil ini tak jauh beda ketika musim sebelumnya," urainya.
Tak hanya itu, meski ada rawan hama dan potensi hama meningkat drastis, namun ada sisi positif pada salah mongso kali ini.
"Di sisi lain musim tanam bisa tiga kali. Kalau sebelumnya biasanya cuma dua kali," tandasnya.
Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus menjelaskan, untuk mendukung program swasembada dan ketahanan pangan di kota, dia menuntut adanya inovasi pertanian. Itu adalah satu-satunya upaya pemkot untuk mendukung program pemerintah.
"Kami gencar mendorong program inovasi pertanian perkotaan. Itu seperti dengan menerapkan teknologi bibit dan alat-alat pertanian. Dengan begitu, hasil produktivitas tetap tinggi," paparnya.
Dia juga mengungkapkan, dengan inovasi pertanian itu, meski ada salah mongso, target produksi beras yang mencapai 20 persen bisa naik menjadi 30 persen.
Itu dengan asumsi bahwa per hektar lahan bisa menghasilkan 7 ton gabah kering.