Ermy Kullit Manggung di Ajang Ijen Summer Jazz Musik
Musisi-musisi musik tradisi Banyuwangi juga ditampilkan untuk menguatkan Ijen Summer Jazz bukan hanya sekadar tempelan dalam musik jazz
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Surya Haorrahman
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Setelah menggelar Banyuwangi Ijen Summer Jazz yang pertama pada 30 Juli lalu, Jiwa Jawa Resort kembali menggelar untuk kedua kalinya, Sabtu (10/9/2016).
Bertempat di Jiwa Jawa Resort Banyuwangi, yang letaknya di Lereng Gunung Ijen, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Banyuwangi kali ini artis yang hadir merupakan musisi kawakan Kua Etnika dan Ermy Kullit.
Tidak hanya mereka, musisi-musisi musik tradisi Banyuwangi juga ditampilkan.
Ini menguatkan upaya, Ijen Summer Jazz bukan hanya sekadar tempelan dalam musik jazz.
Selama ini, ketika mengelar konser musik, sering musik-musik tradisi ditampilkan hanya sekadar untuk sekadar tambahan mengisi acara.
Namun menurut penyelenggara, Sigit Pramono, di Ijen Summer Jazz, musik tradisi yang ditampilkan di sini, bukan sekadar tempelan.
"Selama ini seakan ada sekat antara musik tradisi dan modern. Dengan Jazz, menipiskan bahkan meniadakan sekat itu," kata Sigit.
Jazz merupakan genre musik yang merdeka. Karena munculnya jazz sendiri, merupakan upaya musisi untuk memerdekakan dirinya sehingga sangat mudah memadukan jenis-jenis musik, termasuk musik modern dan tradisi.
Itulah sebabnya, di Ijen Summer Jazz yang kedua ini, ditampilkan Kua Etnika, garapan Djaduk Ferianto yang terkenal luas dengan mengolah musik etnik, dengan sentuhan modern tanpa kehilangan spirit tradisi.
Bahkan musik tradisi Banyuwangi ditampilkan sebagai pembuka, dan dilanjutkan berkolaborasi dengan Kua Etnika.
Musik-musik tradisional seperti rebana, angklung dan gendang Banyuwangi berpadu apik.
"Dengan jazz bisa mudah berkolaborasi," kata Sigit.
Dengan format penataan panggung terbuka dan kecil, membuat seniman dan penonton bisa berinteraksi lebih akrab.
Penonton pun bisa lebih fokus menikmati musik tanpa sekat antara modern dan tradisi.
Haidi bing Slamet, seniman Banyuwangi mengaku sangat berterima kasih bisa diberi ruang untuk mengembangkan seni tradisi.
"Kami sangat bangga bisa satu panggung bersama seniman sekelas Djaduk. Ini menunjukkan tidak ada sekat di musik modern dan tradisi," kata Haidi.
Dalam kolaborasi ini, menampilkan musik tua Banyuwangi yang kental, dengan suara angklung paglak. Bahkan Haidi mengatakan tidak tahu judulnya apa, dan siapa penciptanya.
Kua Etnika didirikan oleh Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Purwanto pada 1995.
Mereka mengeksplorasi pola irama tradisi secara maksimal, membuka ruang lahirnya musik etnik alternatif yang dinamis.
Selain kolaborasi Kua Etnika dan seniman Banyuwangi, Ijen Summer Jazz juga mengobati kerinduan pada lagu-lagu romantis masa lalu yang dibawakan Ermy Kullit.
Lagu-lagu Ermy seperti Kasih, Pasrah, Rela, Siapa Sangka, Walau Dalam Mimpi, membawa penonton ke era 1980-1990 an. Dengan lagu dan suara khas Ermy yang santai, membuat penonton mengenang masa lalu.
"Tampil di Banyuwangi merupakan yang pertama kalinya bagi saya," kata Ermy.
Ermy Kullit merupakan musisi yang memulai karir sejak 1973. Ermy merupakan penyanyi yang mampu bertahan berkarir hingga sekarang.
Musisi yang mendapat AMI Award pada 2000 saat berkolaborasi dengan Indra Lesmana melalui judul album Saat Yang Terindah itu, hingga kini telah menelurkan 20 album.
Banyuwangi Ijen Summer Jazz merupakan bagian dari Banyuwangi Festival. Even ini merupakan ajang seni budaya untuk memperkenalkan budaya lokal.
"Ijen Summer Jazz memadukan unsur musik, manusia, dan alam," kata Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.
Dengan Jazz di arena amphitheater berkapasitas 300 penonton, menyajikan suasana eksotis yang berbeda.