Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tampun Juah, Legenda Percintaan Sedarah Berakhir dengan Hukuman Mati

Diam-diam Juah menjalin hubungan asmara dengan gadis yang bernama Lemay, yang ternyata merupakan saudara sepupu sekalinya (mandal).

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tampun Juah, Legenda Percintaan Sedarah Berakhir dengan Hukuman Mati
Tribun Pontianak/Anesh Viduka
Adegan saat seorang panglima bernama Lujun mengeksekusi Juah dan Lemay dengan sebilah bambu runcing pada saat gladi kotor pementasan drama tari Tampun Juah yang digelar Sanggar Borneo Tarigas, di gedung Pobu Untan, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (6/10/2016) malam. Tampun Juah merupakan legenda dari kabupaten Sanggau, Kalbar, yang menceritakan tentang percintaan sedarah antara Juah dan Lemay. Pementasan tunggal yang bertajuk Absolut Borneo 3 ini dijadwalkan akan dipentaskan oleh 16 seniman muda Kalbar di Taman Budaya, Jl A Yani, Pontianak, pada tanggal 7-8 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Anesh Viduka

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Di atas panggung pertunjukan, sejumlah seniman menari indah, sesekali mereka berdialog yang disertai dengan tarian.

Sejumlah seniman muda Kalbar ini sedang melakukan jiar di Gedung Pobu, komplek Auditorium Untan, Pontianak, Kamis (6/10/2016) malam untuk pementasan drama tari yang berjudul Tampun Juah, pada pementasan tunggal yang bertajuk Absolut Borneo 3.

Kegiatan ini digelar oleh Sanggar Borneo Tarigas Pontianak yang akan dipentaskan di Taman Budaya, Jl A Yani, Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 7 hingga 8 Oktober 2016 pukul 19.00 WIB.

Sendratari (seni drama tari) karya Gabriel Armando ini mengangkat legenda dari masyarakat Iban di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang menceritakan tentang peristiwa eksekusi mati yang dijatuhkan kepada sepasang kekasih karena melanggar aturan adat.

"Selain sebagai media pembelajaran tentang sebuah legenda, yang membuat saya tertarik mengangkat cerita ini adalah di satu sisi mereka salah karena melanggar adat, tapi kenapa harus dihukum mati," ujar Gabriel saat ditemui disela-sela latihan di gedung Pobu, Kamis (6/10/2016) malam.

"Mereka kan tidak melakukan tindakan kejahatan, dan hanya sekadar hubungan cinta yang sebenarnya bukan keinginan mereka, karena cinta itu kan anugerah dari Tuhan dan mereka bisa menjaganya. Mungkin disatu sisi mereka layak dibela juga, dan kalau mereka salah, kenapa mereka dikenang sampai saat ini," kata dia.

BERITA TERKAIT

Berawal dari kisah di sebuah perkampungan Dayak Iban beberapa abad yang lalu, di kampung ini hiduplah seorang pemuda bernama Juah.

Diam-diam Juah menjalin hubungan asmara dengan gadis yang bernama Lemay, yang ternyata merupakan saudara sepupu sekalinya (mandal).

Mereka menyadari hubungan asmara itu tidak boleh mereka jalani, karena masih memiliki hubungan sedarah, namun dorongan cinta ini begitu kuat hingga hasrat untuk bersatu tak dapat dibendung lagi.

Hubungan terlarang itu pun tercium dan menjadi gosip hangat di perkampungan, sehingga Juah dan Lemay ditangkap dan diadili untuk mencari kebenarannya.

Hasil musyawarah, mereka dinyatakan bersalah dan telah melanggar aturan adat sehingga mereka harus di Tampun (hukum mati).

Juah dan Lemay mencoba berontak dengan berdalih cinta, namun aturan adat harus tetap dijunjung tinggi karena petaka akan muncul kalau tidak segera dihentikan.

Proses eksekusi pun dilakukan oleh seorang tetua bernama Lujun. Demi ketenteraman kampung dan menjunjung tinggi aturan adat, Juah dan Lemay akhirnya dihukum mati.

Seketika langit menjadi gelap, tanah pun bersimbah darah. Rakyat Iban pun berduka dan melepaskan segala aksesoris yang mereka kenakan.

Pementasan yang dibumbui dengan adegan komedi ini pun berakhir dengan pilu, dimana adegan terakhir menampilkan Juah dan Lemay ditombak dengan sebilah bambu runcing dalam keadaan berpelukan.

Dalam adegan ini, semua warga kampung meninggalkan tempat dimana Juah dan Lemay dihukum mati, kecuali dua wanita tua yang terus menangisi dan memeluk Juah dan Lemay yang telah bersimbah darah dengan sebilah bambu runcing yang masih menancap di tubuh mereka.

"Kejadian itulah yang menjadi cikal bakal dari penamaan tempat itu, yaitu Tembawang Tampun Juah. Tapi sekarang perkampungan Tampun Juah ini sudah tidak ada lagi, tapi jejak-jejak peninggalannya masih ada. Secara geografis letaknya masuk dalam alur Sungai Sekayam, Kabupaten Sanggau, dulu di perkampungan ini ada sekitar 10 rumah betang panjang besar," jelas pria yang akrab di sapa Iil ini.

Konon, pasca peristiwa tampun juah, di daerah ini kemudian terjadi peperangan, dan akhirnya masyarakat Iban satu persatu meninggalkan Kampung.

Tampun Juah inilah cikal bakal kampung masyarakat Iban sebelum pecah menjadi sub-sub suku yang sekarang menjadi sub suku Ketungau, Sub Suku Desa, Sub Suku Kantu, Sub Suku Mualang.

"Jadi Tampun Juah inilah asal mulanya orang-orang Ibanic, makanya cerita ini dimiliki oleh banyak sub suku yang masuk dalam Ibanic. Seluruh sub suku Iban ini mengatakan bahwa nenek moyang mereka berasal dari Tembawang Tampun Juah semua, termasuk masyarakat Iban di Sarawak Malaysia," ujar Iil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas