Produksi Tembakau Turun, Picu Impor Tembakau, Ini Gara-garanya
Produksi tembakau petani menurun, menyusul hujan yang mulai turun di banyak wilayah yang menjadi sentra tembakau.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Produksi tembakau petani menurun, menyusul hujan yang mulai turun di banyak wilayah yang menjadi sentra tembakau.
Ini memicu naiknya impor tembakau untuk memenuhi produksi industri rokok nasional.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno mengatakan, anjloknya jumlah produksi tembakau disebabkan tingginya curah hujan yang sudah terjadi di awal tahun.
Kondisi ini mengganggu musim tanam petani.
"Dampaknya, petani akhirnya memundurkan waktu tanam. Banyak juga diantara mereka yang memilih tidak menanam tembakau, karena takut gagal panen," tegasnya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Menurut Soeseno, dengan luas lahan tembakau di Indonesia sekitar 157.418 hektare, saat ini jumlah lahan yang ditanami turun sekitar 40 persen.
Selain menyusutnya lahan, kualitas tembakau yang dihasilkan juga turun. Karena daun tembakau mengandung banyak air, sehingga ketika proses penjemuran dan pewarnaan menjadi tidak sempurna.
"Ini berdampak pada turunnya produksi. Nah, karena produksi turun, persediaan stok tembakau juga menurun," jelasnya.
Namun, disisi lain, turunnya produksi tembakau terbuat mendongkrak harga jual tembakau di pasaran.
Kata Soeseno, jika sebelumnya harga tembakau sempat turun sampai Rp 26 ribu per kilogram. Saat ini, harganya naik hampir dua kali lipat mencapai antara Rp 40-50 ribu per kilogram.
"Naiknya harga ini, kita harapkan berlangsung hingga akhir bulan Oktober nanti," imbuhnya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Dengan turunnya produksi tembakau karena faktor cuaca, berpotensi meningkatkan kapastitas impor tembakau.
Data APTI menyebutkan, kapasitas produksi tembakau petani Indonesia tahun 2015 mencapai 225.583 ton. Sementara produksi rokok nasional tercatat sebanyak 360 miliar batang.
Untuk kebutuhan produksi tersebut, dibutuhkan pasokan tembakau sekitar 360.000 ton, dengan estimasi pembuatan 1 batang rokok membutuhkan 1 gram tembakau.
Ini berarti, masih ada kebutuhan sekitar 175.000 ton tembakau. Dan ini yang oleh pemerintah akhirnya ditutup dengan mengimpor tembakau dari luar negeri, antara lain dari Amerika dan China.
"Tapi kalau musim kemarau dan kondisi cuaca panas. Produksi tembakau dalam negeri akan meningkat lagi," pungkas Soeseno kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo memperkirakan turunnya produksi tembakau akibat perubahan cuaca bisa mencapai 60 persen, dibandingkan jika kondisinya normal.
Biasanya, total produksi tembakau bisa sampai 200.000 ton per tahun. Tapi akibat dampak La Nina, produksinya turun menjadi hanya 80.000 ton.
"Padahal total kebutuhan tembakau industri rokok nasional setiap tahunnya mencapai 320.000 ton," terangnya.
Menyikapi hal itu, sejumlah pabrik mulai ancang-ancang untuk menaikkan jumlah impor tembakau. Selama ini, sekitar 37,5 persen kebutuhan tembakau memang masih dipenuhi dari impor.
Agar petani tidak bangkrut dan merugi, Budidoyo minta pemerintah memberikan insentif kepada petani tembakau. Bentuknya, mulai menyediaan bibit dan pupuk, hingga memberi permodalan.