Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDIP: Islam dan Nasionalisme adalah Pancasila

Ia ibarat sepasang rel kereta api yang harus selalu berdampingan dengan kokoh untuk mengantarkan penumpangnya sampai pada tujuannya.

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in PDIP: Islam dan Nasionalisme adalah Pancasila
ISTIMEWA
Wasekjen PDIP, Ahmad Basarah saat melantik pengurus cabang Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) se-Bangka, di Pangkalpinang, Minggu (30/10/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, PANGKALPINANG- Pancasila merupakan sintesis antara Islam dan Nasionalisme. Ia ibarat sepasang rel kereta api yang harus selalu berdampingan dengan kokoh untuk mengantarkan penumpangnya sampai pada tujuannya. 

Hal ini disampaikan Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Achmad Basarah saat bersama Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristyanto melantik pengurus cabang Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) se-Bangka, di Pangkalpinang, Minggu (30/10/2016).

Pelantikan dihadiri juga oleh Ketua DPD PDIP Provinsi Bangka Belitung Rustam Effendi, calon gubernur Bangka Belitung yang juga petahana, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Bamusi Nasyirul Falah Amru.

"Salah satu dari rel kereta api itu patah maka akan berisiko jatuhnya kereta api dari atasnya. Resikonya bukan hanya penumpang kereta api itu tidak akan sampai tujuan tetapi penumpang-penumpang kereta api tersebut akan celaka," ucap Basarah.

"Sejarah pembentukan Indonesia sebagai sebuah negara bangsa tidak dapat dipisahkan dari gerakan kaum Islam dan kaum kebangsaan, baik pada konteks gerakan pemikiran maupun gerakan politik," tambahnya.

Basarah yang juga Sekretaris Dewan Penasihat Bamusi menerangkan pergerakan kaum kebangsaan yang dimulai dengan berdirinya Perkumpulan Boedi Oetomo tahun 1908.

Kemudian diikuti dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi gerakan lainnya seperti perkumpulan Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan Partai Nasional Indonesia/PNI (1927).

Dimensi pergerakan kaum Islam dan kaum Kebangsaan tersebut kemudian terinternalisasi dalam gerakan pemikiran dan gerakan politik Soekarno.

Basarah melanjutkan, konstruksi pemikiran politik awal yang menggembleng Soekarno adalah HOS Tjokroaminoto dan KH Ahmad Dahlan saat ia berusia remaja di Surabaya.

Kemudian, konstruksi pemikiran sosialisme dan kebangsaan ia dapatkan saat belajar di ITB Bandung.

"Dua dimensi pemikiran Islam dan kebangsaan itulah yang akhirnya oleh Soekarno dikonseptualisasikan menjadi Pancasila yang sekarang menjadi konsensus dasar bangsa Indonesia sebagai ideologi negara," lanjut Basarah.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan kehadiran Bamusi termasuk di wilayah Bangka Belitung dalam rangka memperbaiki wajah partai politik.

“Diharapkan Bamusi mampu mengimplementasikan Islam Nusantara yang berkemajuan untuk Indonesia Raya,” kata Hasto. Hasto pun meminta para pengurus yang baru dilantik untuk bisa ikut memperkenalkan wajah PDIP dari sisi lain.

“Politik itu seyogyanya tidak bisa dipisahkan dari sisi keagamaan,” tandas Hasto.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas