Pelaminan yang Sunyi, Mimpi Itu Kandas Tepat Sehari Sebelum Ikrar Suci
Susana berubah, tak ada yang datang. Seribu surat undangan yang disebar hanya menjadi kenangan.
Penulis: Subur Dani
Editor: Wahid Nurdin
Biasanya, pelaminan itu akan menjadi singgasana raja dan ratu sehari.
Para tamu yang datang penuh ceria dengan pakai khusus untuk hari H.
Mereka akan berebutan dan rela antrean untuk bisa berfoto. Demi momen bahagia bersama sang raja dan ratu.
Tapi suasana itu tak ada, semua sudah diliputi duka mendalam.
Beberapa keluarga dekat yang datang untuk melihat kondisi Fitri tak bisa menyembunyikan kesedihannya menatap pelaminan kosong.
Pelaminan yang sepi sendiri.
Di dalam kamar, Fitri ditemani ibu kandungnya, Rajiati bersama dua saudaranya.
Raut wajah sedih terlihat menyaksikan Fitri tertidur lemas di atas ranjang.
Ranjang itu semestinya dipersiapkan untuk dia dan Suharnas selaku pengantin baru. Ia sama sekali tak bicara, wajahnya pucat.
Menurut sang ibu, Fitri sudah terbaring di ranjang itu sejak Rabu malam. “Sudah dari tadi malam dia begini terus.
Tadi pagi ada bangun sebentar habis itu tidur begini lagi dan tidak mau bicara. Makan juga nggak mau, tadi cuma air gula yang ada dia minum,” kata Rajiati, saat Serambi yang masuk ke dalam kamar melihat Fitri ditemani anggota keluarganya.
Beberapa kali Serambi mencoba bertanya kepada Fitiri, namun tak ia tanggapi.
Fitriani membisu, diam seribu bahasa. Wajahnya pucat pasi menanggung sedih tak terperikan. Namun, tak ada air mata yang mengalir di pipinya.
Air matanya seperti sudah kering, tak ada lagi linangan, meski ia begitu berat menanggung kesedihan.