Sebelum Meninggal di Jepang Status Gusti Bagus Pekerja Tidak Resmi di Kota Ibaraki
Gusti Bagus menjadi tenaga kerja ilegal setelah kabur dari perusahaan lama tempatnya bekerja.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - I Gusti Bagus Susila Sana (28) asal Dusun Praranan Bunut, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali dikabarkan meninggal dunia saat bekerja di Jepang, Jumat (6/1/2017).
Ia dikabarkan meninggal diduga karena serangan jantung.
Sementara itu Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo angkat tangan perihal pembiayaan pemulangan jenazah Gusti Bagus Susila ke Bali. Pihak KBRI beralasan kesulitan dana.
Hal ini disampaikan seorang perwakilan KBRI Tokyo, Gusti Cakra, dalam pertemuan yang membahas permasalahan kematian Gusti Bagus kepada warga Bali yang tinggal di Jepang, Minggu (8/1/2017).
Gusti Cakra berasalan, KBRI tidak memiliki anggaran yang cukup dan berharap bantuan swadaya dari solidaritas warga Bali yang tinggal di Jepang.
Baca: Empat Tahun Tak Pulang ke Desa Gitgit Buleleng, Gusti Bagus Meninggal di Jepang
Berdasarkan penelusuran Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Buleleng, Gusti Bagus Susila Sana, terakhir kali berstatus sebagai pekerja tidak resmi di Kota Ibaraki, Jepang.
Almarhum menjadi tenaga kerja ilegal setelah kabur dari perusahaan lama tempatnya bekerja.
Awalnya Bagus Susila berangkat ke Jepang sebagai tenaga kerja magang secara resmi melalui agen dan diberangkatkan Disnakertrans dari Buleleng.
Dia dikontrak selama tiga tahun di perusahaan perkebunan, tetapi kontraknya habis pada Juli 2015 lalu.
Bagus Susila kemudian memilih tidak pulang ke Bali dan bekerja serabutan di sektor perkebunan di Kota Ibaraki.
Baca: KBRI Tokyo Tak Punya Dana Pulangkan Jenazah Gusti Bagus ke Bali
Sejak itu pula ia tidak dinaungi agen resmi sehingga tak berhak atas asuransi kematian.
“Dia itu statusnya ilegal setelah melarikan diri dari perusahaan lamanya. Bulan Juli lari, terus sekarang meninggal. Sedangkan adiknya berangkat melalui Tabanan bukan dari Buleleng," ujar Kadisnakertrans Buleleng, Ni Made Dwi Priyanti Putri Koriawan, kepada Tribun Bali, Senin (9/1/2017).
Pemkab Buleleng, menurut Priyanti, sebenarnya sudah berulangkali mengingatkan kepada warga Buleleng supaya tidak bekerja secara ilegal di luar negeri.
Mengingat bekerja ilegal risikonya sangat tinggi, terutama ketika ditemukan kasus seperti kematian ini karena tidak ada asuransi yang menanggungnya.
Beberapa waktu lalu, Priyanti bersama Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, mengaku berangkat ke Jepang untuk mensosialisasikan hal ini kepada pekerja asal Buleleng.
"Pak Sekda memberikan pengarahan supaya itu dilaksanakan. Mereka harus memikirkan bagaimana akibatnya kalau melarikan diri, semua tidak tertanggung, beliau berangkat ke sana untuk memberikan pengarahan sampai mengantar adik-adik balik ke Buleleng," tuturnya.
Menurut dia, peluang pekerja Bali untuk bekerja secara ilegal di Jepang cukup besar.
Hal ini karena regulasi di Negeri Sakura itu tidak cukup ketat untuk mengatur pekerja asing yang bekerja di negaranya.
Kasus seperti yang dialami Bagus Susila ini menurutnya seringkali ditemukan di Jepang.
Setelah dikontrak sekian tahun oleh perusahan secara resmi, seringkali pekerja dari Indonesia kabur dari perusahaan yang mempekerjakannya dan memilih bekerja di tempat lain secara ilegal.
Namun Priyanti mengelak ketika ditanya banyaknya pekerja dari Buleleng yang bekerja secara ilegal di Jepang. Ia berdalih kasus Bagus Susila ini adalah yang pertama ditemukannya.
"Oh ndak, ini baru pertama kali," katanya berkelit.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Pemprov Bali, Ketut Wija, menyebut banyak warga Bali di Jepang yang bekerja secara tidak resmi.
Ini karena mereka merasa nyaman di Jepang.
"Saya dengar di sana ada komunitas warga Bali di Jepang yang memang masa berlaku magangnya atau kerjanya sudah lewat, tetapi karena merasa sudah nyaman tetap tinggal di Jepang. Kalau ketahuan dia langsung dideportasi, sehingga saat ini mereka kucing-kucingan dengan petugas. Akibatnya seperti kemarin kena musibah dan meninggal kan susah untuk mendata," katanya melalui telepon, kemarin.
Ia mengatakan bahwa di Jepang ada dua model warga Bali yang tinggal. Satu untuk magang dan satunya lagi memang bekerja di Jepang.
"Setelah habis masa waktu kerjanya namun karena terlanjur nyaman dan gaji cukup besar, malas kembali ke Bali. Selain itu kalau ke Bali dan susah nyari kerja. Maka jadinya dia tinggal di situ. Jadi saya imbau TKI Bali kalau sudah selesai baik magang dan kerjanya balik ke Bali, nanti balik lagi ke sana agar tidak terjadi masalah seperti ini," ungkapnya.
Wija mengatakan bahwa prosedur untuk berangkat keluar negeri secara legal sangat sederhana. Warga tinggal mengikuti prosedur yang ada.
Baca: Keluarga di Bali Cemas, Jenazah Gusti Bagus Ditahan Polisi Jepang
Sementara itu Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, (BP3TKI) Denpasar, Ilham Achmad, mengaku baru mendengar kabar meninggalnya Bagus Susila.
Ia pun mengaku tidak tahu terkait dengan data Bagus Susila saat bekerja ke Jepang.
"Setahu saya anak Bali ke Jepang itu program magang, program magang ini nggak termonitor dari kita karena leading-nya di Kemenaker. Ini yang kita miss di sini. Coba kalau pemerintah Jepang dalam hal ini KBRI juga mengirim berita ke kita, pasti kita tahu. Ini kita nggak tahu, nanti kita cari informasinya ke Kemenlu," ujar Ilham saat dikontak lewat ponselnya, kemarin.
Ilham mengaku tidak mengetahui jumlah TKI ilegal asal Bali yang ada di Jepang, karena dijelaskannya sebagian besar masyarakat Bali yang berangkat ke Jepang adalah untuk magang.
"Kalau TKI wajib dilengkapi asuransi tenaga kerja, manakala timbul hal seperti ini (kematian) kita gampang melakukan pemantauan. Kita ngga ada data warga Bali ke Jepang, jumlah TKI Bali magang ke Jepang ngga ada. Karena biasanya kalau magang ngga ada datanya, mereka ke sana belajar sambil bekerja," tandas Ilham.