Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hukuman Kebiri pada Pelaku Pemerkosa dan Pembunuh Bocah di Sorong Bukan Solusi Tunggal

Ia mengakui hukuman pengkebirian dapat memberi pesan yang jelas pada calon pelaku kejahatan serupa.

Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Hukuman Kebiri pada Pelaku Pemerkosa dan Pembunuh Bocah di Sorong Bukan Solusi Tunggal
Capture Youtube
Di sebuah sungai berlumpur di kawasan kilometer 8 Kota Sorong, Papua Barat, jenazah Kezia Mamangsa, bocah berusia 6 tahun ditemukan. Kezia adalah korban pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh tiga pemuda. 

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Kasus perkosaan dan pembunuhan bocah di Sorong oleh tiga laki-laki, merupakan salah satu kasus pertama usai pemerintah menetapkan hukuman maksimal berupa pengkebirian terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Ketiga pelaku bila memang terbukti sebagai orang dewasa, bisa dikebiri bila kejahatannya terbukti.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia, Reza Indragiri, mengaku setuju dengan gagasan pemerintah untuk mengkebiri pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Namun menurutnya perlu diingat juga pengkebirian bukan lah solusi tunggal.

"Itu tidak salah, bahkan LPA Indonesia setuju dengan penerapan kebiri, walau dengan syarat-syarat tertentu," ujarnya saat dihubungi wartawan.

Telah terbukti pelaku kejahtan terhadap anak sebagiannya merupakan korban dari kejahatan serupa.

Berita Rekomendasi

Reza Indragiri yang berlatar belakang psikolog forensik itu menyebut kejahatan yang menimpa pelaku saat kecil, antara lain telah menimbulkan perasaan rendah diri dan kemarahan.

Untuk menyudahi beban yang diderita pelaku pascaperistiwa yang menempatkannya menjadi korban, sang pelaku harus memindahkan beban tersebut dengan menempatkan beban itu kepada seorang anak.

Alhasil terjadilah kejahatan serupa yang pernah menimpa dirinya. Dapat dikatakan motif utama pelaku melakukan kejahatan, bukanlah hasrat seksual.

Dengan pengkebirian, bukan berarti minat pelaku untuk melakukan kejahatan bisa hilang, walaupun hasrat seksualnya telah hilang. Reza Indragiri khawatir pelaku bisa menjadi seseorang yang lebih brutal karena hukuman tersebut telah menyeret pelaku ke titik awal, yakni rasa rendah diri dan kemarahan. Hal itu memungkinkan pelaku menjadi seseorang pelaku kejahatan yang lebih brutal lagi.

Sementara itu lingkungan tempat pelaku sempat beraksi belum tentu berubah menjadi lingkungan ramah anak.

Padahal salah satu faktor terjadinya kejahatan seksual terhadap anak, adalah lingkungan yang ideal bagi si predator untuk melancarkan aksi bejatnya.

"Alih-alih berkutat pada pelaku, kita perlu pikirkan perlindungan terhadap anak aak lain, selaku korban potensial," terangnya.

Ia mengakui hukuman pengkebirian dapat memberi pesan yang jelas pada calon pelaku kejahatan serupa.

Namun tanpa perubahan signifikan terhadap lingkungan tempat anak beraktivitas, maka bisa jadi hukuman pengkebirian tersebut gagal menjadi solusi.

Aturan yang mengizinkan pemeberian hukuman berupa kebiri terhadap pelaku kejahata seksual terhadap anak, adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke 2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Seperti yang diberitakan sebelumnya, seorang bocah di Sorong telah menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan pada hari Selasa pekan lalu (10/1).

Diduga pelakunya adalah Ronal, Lewi dan Nandi yang melakukan kejahatan terebut dalam keadaan mabuk.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambise sudah menyambang kota Sorong dan menemui pelaku.

Yohana Yambise juga sudah membahas kemungkinan penerapan hukuman maksimal terhadap para pelaku, jika terbukti pelaku termasuk orang dewasa.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas