Kerajinan Bekas Tulang Mi Kocok Tembus Sampai Perancis
Dari bahan tulang kaki sapi bekas mi kocok, Dadi Darmadi mengubahnya sebagai kerajian tangan yang kini diekspor ke Perancis, Malaysia dan lainnya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra
CILEUNYI, TRIBUNJABAR.CO.ID - Keahlian membuat kerajinan berbahan tulang Dadi Darmadi (47) memperolehnya secara turun temurun dari ayah dan kakeknya.
Ditemui di rumahnya di Kampung Pasir Tukul, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Minggu (5/2/2017), Dadi fokus membuat berbagai aneka kerajinan tangan dari tulang.
Kedua matanya tajam terarah ke objek kerajinan dalam genggaman tangannya. Ia begitu sangat hati-hati memotong tulang belulang dengan golok.
Potongan tulang lalu ia gergaji menggunakan gergaji kecil menjadi berbentuk aneka kerajinan di antaranya sumpit, kujang mini, miniatur patung, gantungan kalung, dan lain-lain.
Kerajinan berbahan tulang itu ia lubangi dengan bor untuk tempat memasukkan tali kalung atau besi gantungan.
Asal tahu saja, bahan yang digunakan untuk aneka kerajinan adalah tulang sapi bekas rebusan kuah mi kocok atau bakso. Untuk memperoleh bentuk yang pas, ia hanya menggunakan tulang kaki sapi.
"Ini tulangnya bekas mi kocok. Tapi yang saya pakai bagian kakinya. Karena kalau kaki itu ketebalan tulangnya dan bisa dibentuk apa saja," ujar Dadi kepada Tribun Jabar.
Ia membeli tulang kaki sapi ke sejumlah pedagang mi kocok di Bandung Raya. Dengan begitu ia tak perlu merebus lagi tulang kaki sapi sebelum dijadikan kerajinan.
Jika tulang kaki itu tak direbus terlebih dahulu, katanya, ia harus bekerja ekstra keras memotong, menggergaji, dan mengebor tulang tersebut.
"Tulang mentah itu keras. Susah dipotong. Jadi, mengakalinya, ya, beli yang sudah direbus bekas mi kocok. Irit biaya dan waktu juga," Dadi menambahkan.
Satu tulang kaki sapi yang ia beli dari pedagang mi kocok hanya Rp 500. Dari satu tulang kaki sapi ia bisa membuat sekitar enam buah kujang mini, miniatur patung, bandul kalung, atau empat pasang sumpit.
Dalam sehari untuk kujang mini dan bandul, ia mampu membuat lima kodi. Satu kodi ia hargai Rp 30 ribu. Kerajinan tersebut masih dalam keadaan mentah belum dipernis.
"Jualnya ke pengepul. Enggak dijual eceran. Itu juga masih mentah, kok. Belum difinishing kayak diwarna atau dipernis. Pengepulnya biasanya langsung ke sini atau saya kirim, soalnya ada link-nya," kata dia.
Dalam sebulan ayah dari Putri Diah Maulida (20) ini bisa meraup omzet belasan juta rupiah. Kerajinan hasil tangannya sudah terjual ke Perancis, Malaysia, Singapura, Jepang, Brunei Darussalam dan lainnya.
Meski mendulang sukses Dadi yang sudah berprofesi sebagai pengrajin tulang sejak 35 tahun lalu tak pelit ilmu.
Ia mengajak dan memberdayakan anak muda di kampungnya untuk mengembangkan diri. Saat ini sudah banyak pemuda di kampungnya berprofesi sama dengannya.
"Tapi untuk penjualannya saya yang tangani. Karena link mereka belum besar. Saya juga ingin para pemuda di sini berkreativitas dan tidak menganggur. Makanya saya ajarin juga," kata dia.
Dadi merasa bangga bisa menularkan kemampuannya kepada orang lain. Ia berharap anaknya kelak mampu meneruskan keahliannya tersebut.
"POenginnya sih nanti anak bisa meneruskan usaha dan keahlian saya ini, tidak putus di saya. Karena saya bisa seperti ini, ya, cuma gara-gara ini saja," kata pria penggemar bulu tangkis ini.