Lihat Penari Erotis di Mega Karaoke Cuma Rp 60 Ribu, Begini Langkah Pemkot Surabaya
Cukup merogoh kocek Rp 60 ribu pengunjung bisa melihat aksi penari telanjang di Mega Karaoke. Begini langkah selanjutnya Pemkot Surabaya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Surya, Fatimatuz Sahro
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya akan mengecek tempat hiburan malam termasuk karaoke yang menyediakan layanan tambahan plus-plus.
Demikian disampaikan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Minggu (17/2/2017) pagi. Pemkot Surabaya akan tegas jika memang ada pelanggaran oleh pengelola usaha karaoke.
"Makanya nanti kita cek aturan-aturannya. Kalau memang dia menyalahi kesepakatan saat perizinan maka kita akan proses lebih lanjut," kata Risma.
Saat mengajukan perizinan pengusaha memberitahukan bentuk usahanya seperti apa. Jika dalam proses pengecekan terbukti ada pelanggaran maka pemkot akan evaluasi perizinann.
"Kalau sekarang aku belum tahu," imbuh Risma.
Dalam mekanisme pencabutan izin usaha dilakukan beberapa tahap. Mulai dengan peringatan, hingga tiga kali baru dilakukan penindakan segel hingga akhirnya penutupan dan pencabutan perizinan.
Nikmati Penari Erotis Cuma Rp 60 Ribu
Mega Karaoke mendadak heboh karena anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya, Sabtu (18/2/2017) dini hari menemukan sajian penari erotis di sana.
Dalam penggerebekan ini, tujuh orang termasuk empat penari bugil digiring ke Polrestabes Surabaya untuk dimintai keterangannya.
Nana Suryawati (36) warga Pagesangan IV selaku penyedia tarian erotis dan Eko Bayu Prasetyo (26), warga Manukan yang bertugas sebagai supervisor sudah jadi tersangka.
Sementara penari yang ditangkap Henny Sulistyowati alias Vero, Elinda alias Siska alias Dora, Anik Rahayu alias Tania, serta Yanti alias Susan, dan seorang tamu bernama Aris masih saksi.
"Untuk Nana dan Eko sudah dijadikan tersangka oleh penyidik, karena keduanya berperan mencari konsumen," tutur Kasubag Humas Kompol Lily DJ didampingi Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Bayu Indra Wiguna.
Saat petugas masuk para penari telanjang itu sedang meliuk-liuk di tengah ruangan karaoke. Spontan mereka dan tamu langsung ketakutan.
Penari yang sudah tidak berpakaian berusaha mengambil bajunya di lantai untuk menutupi tubuhnya. Begitu pakaian sudah dikenakan penari mereka disuruh keluar dan dibawa ke Polrestabes Surabaya.
Sewaktu rilis berlangsung di halaman Gedung Reskrim Polrestabes Surabaya, keempat penari bugil itu berusaha menutupi wajahnya dengan rambut dan kedua tangannya.
Lily menambahkan, dari penyidikan sementara, terungkap bahwa untuk mengakses layanan tarian striptis di Mega Karaoke cukup mudah.
Tamu yang dianggap cukup sering berkunjung ditawari oleh Nana, si penyedia tarian. Caranya ialah dengan menawarkan jasa Lady Escort yang tidak keberatan untuk menari telanjang.
Wakil Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Bayu Indra Wiguno, yang memimpin penggerebekan mengatakan tarifnya cukup murah. Tamu yang membooking LC cukup mengeluarkan uang Rp 60 ribu jam.
"Uang hasil booking dibagi lagi. Rinciannya, penari mendapat Rp 40.000, sedangkan Rp 15.000 untuk manajemen dan Rp 5.000 untuk untuk penyedia LC,” tutur Bayu.
Meski harga yang dibanderol cukup murah, ternyata tamu yang membooking tidak keberatan untuk memberikan uang tip lebih banyak.
"Sesuai pengakuan Nana dan penari, mereka mendapat uang tip dari tamu yang mengajaknya. Setiap melepas baju atau yang lain, tamu memberi uang tip Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Sekali show, penari bisa mengantongi Rp 500.000 sampai Rp 600.000 dan uang itu dibagi lagi dengan penyedia tari," sambung dia.
Dalam pertunjukan tari bugil ini, penyidik masih mendalami apakah ada pihak lain yang menjadi beking.
“Dalam penyidikan terungkap, penyedia dan manajemen ada kerja sama. Kami juga akan mendalami apakah ada pihak lain yang terlibat dalam tarian striptis ini," tegas Bayu.
Penari bugil memiliki nama panggung Dora, mengaku bersedia memberi servis lebih karena ingin tampil profesional sebagai LC.
“Ya saya berusaha profesional saja,” kata dia pendek.
Dalam perkara ini, tersangka Nana dan Eka dijerat Pasal 30 Undang-Undang Nomor 4/2008 tetang Pornografi, dan atau Pasal 296 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 56 KUHP.