Konsumsi Sabu di Lapas, Napi Ini Langsung Ditangkap Lagi Saat Keluar dari Pintu Lapas
Satuan Reserse Narkoba Polresta Yogyakarta terus mengusut kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu di dalam Lapas Kelas 2A Wirogunan Yogyakarta.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Satuan Reserse Narkoba Polresta Yogyakarta terus mengusut kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu di dalam Lapas Kelas 2A Wirogunan Yogyakarta.
Dua dari 15 orang yang kedapatan mengonsumsi sabu langsung ditangkap polisi setelah masa tahanan mereka di Lapas Wirogunan habis.
Kasat Narkoba Polresta Yogyakarta, Kompol Sugeng Riyadi mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak Lapas.
Salah satunya adalah dengan berbagi informasi kapan para penyalahguna narkotika tersebut bebas dari penjara.
Sebelumnya, pada 27 Januari lalu, kepolisian telah memeriksa sekitar dua puluh napi yang menghuni blok D Lapas Wirogunan.
15 diantaranya positif mengonsumsi sabu, dan seorang lagi mengonsumsi psikotropika jenis benzo.
"Sejauh ini ada dua mantan napi yang kami tangkap sesaat setelah keluar dari lapas wirogunan, pada 13 Februari lalu, dan hari ini. Pada hari dan tanggal saat kami amankan, mereka bukan lagi warga binaan," jelas Sugeng, Senin (20/2/2017).
Para mantan napi itu diamankan oleh petugas yang berjaga di halaman parkir Lapas.
Untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut, maka petugas menahannya di rutan Polresta Yogyakarta.
Penyidik melakukan pemberkasan atas tersangka untuk disidangkan. Nantinya bila berkas telah siap, ke-15 tersangka akan disidangkan secara bersama-sama.
Bila ada yang belum selesai masa tahanan di Lapas Wirogunan, mereka tetap dibon untuk menjalankan sidang.
Adapun seorang napi yang urinenya terindikasi benzo tidak diperkarakan lantaran zat merupakan kandungan dari obat untuk sakit yang ia alami.
"Setelah keluar dari Lapas Wirogunan, mereka terancam kurungan penjara lagi di Lapas Narkoba Pakem," tuturnya.
Para narapidana ini melanggar pasal 112 ayat 1 jo 132 ayat 1 jo 127 ayat 1 huruf a UU RI no 35 2009 tentang penyalahgunaan narkotika. Mereka terancam kurungan penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp 8 miliar. (*)