Sudah 16 Kali Bandara Sultan Hasanuddin Terima Ancaman 'Teror Bom'
Dalam setahun terakhir tak kurang 16 kali Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, mendapat ancaman 'teror bom.'
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Dalam setahun terakhir tak kurang 16 kali Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, mendapat ancaman 'teror bom.'
Ancaman tersebut baik berupa gurauan membawa bahan peledak di bandara maupun temuan barang yang dianggap berbahaya seperti alat-alat bahan peledak.
Rinciannya, ada 13 kejadian terjadi pada 2016 dan tiga kasus pada 2017 yang terkait langsung dengan bahan berbahaya tersebut.
Baca: Candai Pramugari Sriwijaya Air, Penumpang Ini Berurusan dengan Polisi
Terakhir, Iwan Sang (40). Penumpang Sriwijaya Air SJ-704 yang hendak bertolak ke Merauke pada Selasa (21/2/2017) dini hari diamankan petugas keamanan bandara karena bergurau membawa granat saat pramugari hendak menyimpankan tasnya di dalam kompartemen atas kursi.
"Tahun ini saja sudah ada tiga kasus yang terkait dengan bahan-bahan berbahaya ini, dua kasus terjadi bulan lalu," ungkap Communication Head and Legal Section Angkasa Pura I, Turah Ajiari, Rabu (22/2/2017).
Kasus pertama tahun ini yaitu saat petugas keamanan Bandara Sultan Hasanuddin menggagalkan pengiriman paket diduga detonator pada Selasa (17/1/2017) sekitar pukul 15.30 Wita.
Paket tersebut diamankan saat melewati pemeriksaan di X-Ray RA Cargo Bandara Sultan Hasanuddin.
Dua hari berselang seorang penumpang pesawat Lion JT 777 dari Bandara Sam Ratulangi, Manado, Supratna Ari, diamankan saat mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Kamis (19/1/2017), pukul 17.30 Wita.
Supratna diamankan karena berdasarkan informasi diduga membawa bom saat berangkat dari Bandara Sam Ratulangi, Manado.
Turah mengatakan, gurauan atau ancaman benda berbahaya tersebut dinilai merugikan banyak pihak dan pelakunya sendiri, serta dapat menimbulkan kepanikan ke pengguna jasa lainnya.
"Bagi pelaku sendiri selain tertundanya penerbangan, yang bersangkutan bisa saja diproses pidana akibat perbuatannya," jelasnya.