Industri Arang Hanya Setor Rp 400 Ribu, padahal Aktivitasnya Rusak Hutan Bakau
Sejauh ini kata Jon, jumlah industri arang yang tersebar di Meranti mencapai 40 lebih.
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribun Pekanbaru, Guruh BW.
TRIBUNNEWS.COM,MERANTI - Retribusi dari industri pengolahan arang bakau di Meranti ternyata tidak setimpal dengan akibat yang ditimbulkan.
Sejauh ini, tarif retribusi yang ditarik dari para pengusaha industri arang bakau mayoritas hanya sebesar Rp 400 ribu.
"Ada juga yang Rp 1 juta, namun tidak banyak. Besar kecilnya tarif retribusi HO yang ditarik tergantung luas bangunan yang digunakan para pengusaha industri arang bakau," ujar Sekretaris Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD), Jon Hendri, Selasa (7/3/2017).
Jon Hendri mengungkapkan, besaran tarif retribusi atas izin HO industri-industri arang tersebut sudah ditentukan sejak Kepulauan Meranti masih tergabung dalam Kabupaten Bengkalis.
"Penerapan besaran tarif itu sudah lama, sebelum Meranti dimekarkan dari Bengkalis. Sebenarnya sudah tidak relevan lagi besaran tarif HO itu," kata Jon.
Sejauh ini kata Jon, jumlah industri arang yang tersebar di Meranti mencapai 40 lebih.
Namun, ia menduga masih ada industri arang yang belum terdata sehingga tidak membayar retribusi sama sekali ke daerah.
Seperti yang santer diberitakan sejumlah media masa, keberadaan puluhan industri arang sudah sangat meresahkan para nelayan.
Pasalnya, akibat tak terkendalinya perambahan hutan bakau di wilayah Meranti tangkapan nelayan menurun drastis.
Tidak hanya nelayan yang menjadi korban, menurunnya kerapatan hutan mangrove tersebut memperparah tingkat abrasi di Kepulauan Meranti.
Terlebih, wilayah Kepulauan Meranti berhadapan langsung dengan perairan Selat Malaka.
Beberapa waktu lalu, Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pos Kabupaten Kepulauan Meranti meninjau industri arang bakau di Desa Lukun, Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti.
Petugas PSDKP menemukan, puluhan ton bakau yang ditebang dari berbagai lokasi mayoritas masih berukuran kecil.
"Kondisi hutan bakau saat ini sangat membahayakan ekosistem laut. Selain menurunkan tangkapan nelayan, kerusakan hutan mangrove juga berdampak pada tingginya ancaman abrasi," ujar Petugas PSDKP Pos Kepulauan Meranti, M Qarafi.