Plengkung Gading Bukan Bangunan Sembarangan, Jalur Sakral Raja Kraton Ngayogyakarta
Sempat ramai diperbincangkan di media sosial foto dua remaja berdiri di Plengkung Gading, Keraton Yogyakarta.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Sempat ramai diperbincangkan di media sosial foto dua remaja berdiri di Plengkung Gading, Keraton Yogyakarta.
Foto viral setelah sempat juga diunggah oleh akun instagram GKR Bendara pada Selasa (11/7/2017).
GKR Bendara minta agar mereka menjaga sopan santun ketika berada di situs bersejarah Keraton Yogyakarta itu.
Jauh hari sebelum ada kejadian itu, foto di atas Plengkung Gading oleh dua anak remaja sempat terekam kamera. Mereka beraksi di atas Plengkung Gading demi sebuah foto.
Terlepas dari persoalan itu, Plengkung Gading punya sejarah panjang dan memiliki makna penting bagi keluarga Kraton Ngayogyakarta, khususnya bagi Sultan Hamengkubuwono I setidaknya hingga ke IX.
Data Unit Kerja Dokumentasi Publikasi Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY, Kraton Ngayogyakarta sebenarnya memiliki lima gerbang utama.
Dari lima Plengkung yang ada, dua saja yang bentuknya masih asli, yakni Tarunasura atau Wijilan dan Nirbaya atau Gading.
Bentuk Plengkung Gading berbeda dari empat lainnya karena memiliki lima lengkungan dan satu lengkung berada di puncak.
Bentuknya pun masih sama dengan aslinya namun sempat diperbaiki lagi untuk menjaga bentuknya pada 1986.
Nah Plengkung Nirbaya atau masyarakat akrab dengan istilah Plengkung Gading merupakan salah satu pintu gerbang Kraton yang berada di Selatan Alun-alun Kidul.
Kata Nirbaya berarti bebas dari bahaya duniawi, dalam pengertian sederhana, Plengkung Gading ini adalah jalur yang digunakan ketika ada Raja Kraton Ngayogyakarta mangkat atau wafat.
Plengkung Gading inilah satu-satunya pintu jalan keluar bagi aja Kraton Ngayogyakarta sebelum dimakamkan di Makam Raja-raja di Imogiri.
Sultan yang masih hidup tak diperkenankan melewati Plengkung Gading ini.
Kepada Tribunjogja.com, Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY mengungkapkan, sejarahnya ada parit yang mengelilingi Kraton.
Parit itu mengelilingi benteng Kraton sebagai pertahanan dari serangan musuh. Lebarnya sekitar 10 meter dengan kedalaman tiga meter.
Namun karena berbagai perubahan, parit itu kini telah menjadi jalan. Bahkan pada tahun 1935, parit itu sudah hilang.
Tak diketahui secara pasti, kapan jagang mulai dialihfungsikan.
Yang juga belum banyak diketahui orang, dulu di depan setiap Plengkung terdapat jembatan gantung.
Jembatan itu dapat ditarik menjadi pintu pelapis Plengkung ketika musuh datang.
Namun lagi-lagi, jembatan gantung itu juga sudah hilang termakan zaman.
Terkait dengan Plengkung, sebenarnya Kraton Ngayogyakarta juga mempunyai beberapa pintu gerbang yang tidak resmi.
Beberapa di antaranya di jalan menuju ke Nagan, gang di Pugeran, kampung Panembahan, daerah Kauman dan beberapa yang lain.
Namun karena kecil, maka itu bukan menjadi akses utama menuju Kraton pada zamannya. (Tribunjogja.com)