Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Pilu Pasangan Muda Pengungsi Gunung Agung, Kandungan 8 Bulan Meninggal di Perut

Tampak pengungsi Gunung Agung asal Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, ini sangat terpukul dengan kematian si jabang bayi.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kisah Pilu Pasangan Muda Pengungsi Gunung Agung, Kandungan 8 Bulan Meninggal di Perut
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Ni Luh Sekar Dwipayani dan suaminya I Kadek Witama masih tampak terpukul saat ditemui di RSUD Buleleng. Senin (25/9) siang. Pasangan pengungsi ini harus kehilangan cabang bayinya. 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ratu Ayu Astri Desiani

TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Duka mendalam dirasakan pengantin muda, Ni Luh Sekar Dwipayani (17) dan I Kadek Witama (18).

Di tengah pengungsian, pasangan ini harus kehilangan calon bayinya karena meninggal dalam kandungan saat memasuki usia 25 minggu atau delapan bulan.

Baca: Catut Nama Gegana, Pembunuh Sopir Taksi Online Tewas Ditembak Polisi

Sekar Dwipayani terbaring lemah di Ruang Melati, RSUD Buleleng, Senin (15/9/2017) siang.

Suaminya, Witama, setia mendampinginya.

Tampak pengungsi Gunung Agung asal Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, ini sangat terpukul dengan kematian si jabang bayi.

Berita Rekomendasi

Janin yang sudah berusia 25 minggu di dalam kandungan Sekar dinyatakan meninggal sejak Minggu (24/9/2017) siang.

Kini ia harus menunggu keputusan dari pihak medis, kapan sekiranya tindakan untuk mengeluarkan jasad janin yang ada di dalam kandungannya dapat dilakukan.

Sebelumnya, Sekar mengaku tidak merasakan keluhan sakit pada perutnya. Ia mulai curiga saat tidak merasakan adanya gerakan dari dalam kandungannya seperti pada hari-hari biasanya.

Sekar kemudian langsung memeriksakan kondisi kehamilannya pada seorang petugas kesehatan yang berjaga-jaga di tempat peengungsiannya, di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng.

"Sampai di pos kesehatan, petugas medis tidak menemukan adanya gerakan jantung pada janin, kemudian istri saya langsung dirujuk ke Puskesmas Tejakula I. Setelah di Pusekesmas Tejakula I, kembali dirujuk ke RSUD Buleleng," kata Witama saat ditemui di RSUD Buleleng.

Selama mengandung, sang istri sejatinya tidak pernah melakukan aktivitas yang berat.

Pasutri muda yang baru saya menikah sekitar satu bulan ini pun juga mengaku jarang menempati tempat pengungsian di Desa Les, Buleleng.

"Kami mengungsi kalau sudah malam. Kalau pagi sampai siang kami pulang lagi ke desa," aku Witama.

Kini, pasutri yang menggantungkan nasib dari hasil tani ini hanya bisa ikhlas, kehilangan anak pertamanya.

Mereka hanya bisa menunggu keputusan dari pihak medis kapan sekiranya jasad janin yang ada di kandungan Sekar dapat dikeluarkan.

"Kata dokter mengeluarkan janin itu tidak sembarangan. Barusan istri saya diberi perangsang. Sekarang mulai mulas-mulas," ujar Witama.

Selain harus menerima kenyataan pahit kehilangan anak pertamanya, pasutri malang ini kembali dirundung kegelisahan terkait biaya yang nantinya akan dikeluarkan sesuai tindakan mengeluarkan jasad janinnya dilakukan.

Witama mengaku tidak memiliki Kartu Indonesia Sehat. Ia pun kebingungan, dan berharap datangnya uluran tangan dari pemerintah.

Setelah jasad janinya berhasil dikeluarkan, pihak keluarga berencana untuk menguburnya di Setra Desa Ban.

"Harus dikubur saat itu juga saat bayinya berhasil dikeluarkan. Tidak ada pilihan lain, dikuburnya ya harus di Desa Ban. Mudah-mudahan kami masih diberikan izin untuk melakukan pemakaman," lirih Witama.

Dirut RSUD Buleleng, dr Gede Wiartana mengatakan hingga Senin (25/9), pihak RSUD Buleleng baru menerima tiga pasien ibu hamil.

Terkait kematian janin dalam kandungan Sekar, dari hasil analisis medisnya pihaknya belum dapat memastikan penyebab pastinya.

Tetapi Wiartana menegaskan kematian bayi dalam kandungan Sekar tidak ada hubungannya dengan erupsi Gunung Agung.

“Dari segi fisik ibu bayi dalam keadaan sehat dan tenang, secara psikis juga tidak stres, jadi belum dapat diketahui pasti penyebab kematian bayi dalam kandungan. Secara medis memang dapat disebabkan beberapa faktor, bisa dari ibunya atau dari bayinya yang mungkin ada kelainan,” jelasnya.

Hingga Senin sore, Sekar masih menjalani masa induksi untuk mendorong bayinya keluar. "Belum ada tanda-tanda bukaan di jalan lahir secara normal pada pasien," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas