Astaga! SIM Palsu Buatan Bripka Ridha Cs, Lebih Bagus Dari Yang Asli
Kejahatan sindikat pemalsu surat izin mengemudi (SIM) ternyata lebih besar daripada dugaan sementara.
Penulis: Array Anarcho
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Kejahatan sindikat pemalsu surat izin mengemudi (SIM) ternyata lebih besar daripada dugaan sementara.
Menurut pengakuan anggota kelompok, oknum anggota polisi, Bripka Ridha Fahmi (35 tahun), hasil kejahatan mereka bagi sesuai peran. Pendapatan kelompok mencapai Rp 1 juta per hari.
Bripka Ridha Fahmi mengatakan, pendapatan dari memalsukan SIM dibagi lima orang. Mereka adalah tersangka Herman Pohan (34), Irwansyah (33), dan Bripka Ridha Fahmi (35), oknum anggota anggota Pelayanan Masyarakat (Yanma) Polda Sumut. Dua lainnya masih buronan.
Baca: 4 Tahun Selingkuh, Cewek Ini Unggah Foto-fotonya di Medsos
"Bisa mendapat (uang) Rp 200 ribu sehari. Kadang dapat Rp 100 ribu aja. Pembagian sesuai dengan hasil yang mereka peroleh setiap harinya," ujar Bripka Ridha Fahmi kepada Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.com, Senin (2/10/2017).
Komplotan ini diringkus polisi rumah produksi SIM Palsu di Jalan Setia Luhur, Gang Arjuna, Lingkungan VI, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Helvetia, Medan, Kamis (28/9).
Pengakuan tersangka Bripka Ridha Fahmi berbeda dari penuturan Herman, pimpinan komplotan kepada polisi, saat diperiksa penyidik ketika awal ditangkap akhir pekan lalu. Saat itu, Hermah Pohan mengakui, komplotan pelaku mengaku sudah empat bulan beroperasi, dan baru menjual 70 SIM kepada masyarakat.
"Rata‑rata harga untuk satu buah SIM, Rp 450 ribu untuk SIM C, SIM A Rp 600 ribu dan SIM B Rp 650 ribu," ujar Direktur Kriminal Umum Polda Sumut Kombes Pol Nurfallah, saat itu.
Menurut Nurfalah, masih ada beberapa orang dari masyarakat yang membeli dan memesan SIM, karena alasan ini SIM cepat dan 'tembak'.
"Tanpa melalui tes dan ujian tertulis, akhirnya mereka berbondong‑bondong beli," ungkap Nurfallah.
Wartawan Harian Tribun Medan/Tribun-Medan.com bertemu dengan Herman, Bripka Ridha Fahmi dan Irwansyah di Ruang Penyidik Diskrimum Polda Sumut, Senin kemarin. Menurut pengakuan Herman Pohan, tersangka sindikat pemalsu surat izin mengemudi yang diungkap Polda Sumatera Utara, kualitas SIM palsu lebih bagus daripada produk asli.
"Lebih bagus yang kami produksi, dari pada yang asli ini. Kalau yang asli ini masih kabur tulisan satpasnya yang dibelakang foto. Kalau punya kami lebih terang dia," ujar Herman Pohan saat Tribun Medan memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM) asli kepadanya .
"SIM yang asli ini kelihatan buram. Yang punya kami lebih cerah. Fotonya lihat, tulisannya lihat. Lebih bersih lagi yang kami buat," kata Herman yang dibenarkan kedua rekannya, seraya menujukkan SIM palsu yang mereka produksi.
Herman bersama dua rekannya yaitu Irwansyah, oknum polisi bernama Bripka Ridha Fahmi (35) ditangkap polisi di Jalan Setia Luhur, Gang Arjuna, Lingkungan VI, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Helvetia, Medan, Kamis (28/10). Ketiganya saat ini ditahan di Mapolda Sumut.
Ketiganya dengan lancar dan semangat menceritakan praktek pemalsuan SIM yang mereka lakukan. Ketiganya bahkan saling melengkapi saat menceritakan proses pemalsuan SIM yang mereka lakukan. Mulai dari saat mencari pembeli SIM palsu hingga mereka memproduksi SIM palsu tersebut.
Mereka memproduksi SIM palsu tersebut sebagus mungkin, dan bahkan lebih bagus dari aslinya supaya setiap pelanggan yang membeli SIM dari mereka percaya bahwa SIM tersebut adalah SIM asli, seperti yang dikeluarkan oleh Satpas Polrestabes Kota Medan. "Pelanggan kami pun tidak tahu kalau SIM itu palsu," ujar Herman.
Berbagi Tugas
Herman Pohan menceritakan dalam memalsukan SIM ini mereka memiliki peranan masing‑masing, mulai dari yang berperan sebagai pencetak SIM, sebagai pengantar SIM kepada pembeli dan pencari pemesan SIM, kemudian ada yang berperan sebagai petugas yang mengamankan saat mereka memproduksi SIM palsu tersebut.
"Saya dan ini bertugas mencetak. Kemudian ada kawan masih DPO, untuk mengantarkan SIM-nya. Kalau yang polisi hanya duduk‑duduk di depan. Untuk mengamankan saja. Karena dia polisi. Biar enggak ada masalah aja. Kami manfaatkan lah dia sebagai polisi," ujarnya.
Herman mengaku terlibat memalsukan SIM berawal dari ketika bertemu temannya berninisial B, masih buron, yang dikenalnya saat dia masih bekerja sebagai honorer di Satpas Polrestabes Kota Medan.
Saat itu mereka memproduksi SIM. Dia mengenal temannya, saat membantu mengurus SIM untuk B di Satpas Polrestabes Medan, beberapa tahun yang lalu.
"Dahulu kan saya pernah bantu teman yang pandai memalsukan banyak hal. Saya bantu waktu itu ngurus SIM dia. Dari situlah kenal aku. Tapi mulai aku tahu dia bisa memalsukan apa pun. Saat aku jualan kaset di depan minimarket. Dia nanya di mana bisa dapat bisa dapat blanko SIM, kemudian menawari aku supaya bisa memesan blanko SIM tersebut," ujarnya.
Saat di mini market itulah, Herman menuturkan diajak turut memalsukan SIM, dan dia tertarik ajakan kawannya dengan dalih tidak mau hidup susah berjualan kaset selamanya. Diapun belajar selama dua minggu di tempat usaha pemalsuan yang dimiliki temannya tersebut di Jalan Merak, Medan.
"Saya baru tahu waktu itu, dia bisa palsukan semua hal. Mulai dari SIM, STNK, ijazah dan masih banyak lagi. Saya belajarlah. Saya tertarik karena kondisi ekonomi sangat susah. Ada pun keluarga, tapi enggak pernah peduli dengan keadaanku," ujarnya.
Setelah dapat memalsukan SIM sendiri, dia pun mengambil blanko e‑KTP yang tidak terpakai di Satpas Polrestabes Medan, dengan memanfaatkan temannya yang dikenalnya saat bekerja di Satpas Polrestabes Medan.
"Saya kan bekerja di Satpas selama empat tahun. Saya kan tahu ke mana SIM bekas ini. Jadi saya ambil lah dari situ. Saya bisa dapat blanko itu karena ada teman di dalam (Satlantas Polrestabes Medan), " ujarnya.
Namun dia tidak bersedia menyebutkan siapa temannya tersebut.
Ia menuturkan dalam memalsukan SIM ini, dia mempelajari pola pengurusan SIM di Satpas Polrestabes Medan, dan mencoba memanfaatkan pola pengurusan SIM tersebut.
"Kan kalau mengurus SIM itu butuh berkas‑berkas pengurus. Nah kami pun begitu. Kami minta foto copy KTP atau kartu keluarga," ujarnya.
Diajak Teman
Sementara Bripka Ridha Fahmi menuturkan kegiatan memalsukan SIM ini dia baru dua minggu bergabung, dan baru seminggu tahu aktivitas mereka tersebut dia ketahui memalsukan SIM.
"Awalnya aku enggak tahu mereka ngapain. Aku hanya duduk‑duduk di depan. Pas lah, seminggu lalu aku terobos. Saat itulah aku tahu kalau mereka memalsukan SIM," ujarnya.
Awal dia bergabung dalam pemalsuan SIM ini berawal dari ketika diajak Herman, kerabatnya, tinggal di lokasi pengrebekan pemalsuan. Ia dan Herman pun tinggal di rumah kontrakan yang mereka jadikan sebagai tempat memalsukan SIM.
"Waktu itu udah habis kontrakanku. Saya pun mau cari kontrakan baru. Nah si Herman ajak saya tinggal di rumah kontrakanya. Dia bilang samaku, rumahnya besar dan tidak masalah kalau saya tinggal di sana. Karena saya tidak punya uang lagi makanya saya mau tinggal di situ. Hingga aku tahu mereka melakukan pemalsuan SIM," ujarnya.
Irwansyah, teman Herman yang pertama kali dalam melakukan pemalsuan surat ini, tidak banyak berbicara. Ia hanya membenarkan apa yang disampaikan Herman saat ditanya perihal perannya memalsukan SIM.
"Iya saya kawannya Herman pertama kali. Saya awalnya mengantar saja, belakangan saya diajak membuat, setelah ada kawan kami yang baru bertugas mengantar SIM palsu ini kepada pembeli. Kawan kami itu si I (DPO)," ujarnya. (ryd/ray)