Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Prostitusi Berkedok Ziarah di Gunung Kemukus Kembali Marak. 18 PSK Terindikasi Idap HIV/AIDS

Untuk kesekian kalinya, Pemerintah Kabupaten Sragen menertibkan prostitusi berkedok wisata ziarah di Gunung Kemukus yang terletak di Dusun Gunungsari,

zoom-in Prostitusi Berkedok Ziarah di Gunung Kemukus Kembali Marak. 18 PSK Terindikasi Idap HIV/AIDS
(Tribun Jateng/Suharno)
Pemkab Sragen Larang Wisata Seks di Gunung Kemukus. (Tribun Jateng/Suharno) 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Untuk kesekian kalinya, Pemerintah Kabupaten Sragen menertibkan prostitusi berkedok wisata ziarah di Gunung Kemukus yang terletak di Dusun Gunungsari, Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Pemkab Sragen menyatakan per 1 Oktober kawasan wisata ziarah Gunung Kemukus harus bebas dari prostitusi, karaoke dan warung-warung remang-remang, seperti dituturkan Sekretaris Daerah Sragen, Tatag Prabawanto.

Diakui Tatag, aktivitas prostitusi di kawasan tersebut terbilang mengkhawatirkan, apalagi 18 pekerja seks komersial (PSK) terindikasi mengidap HIV/AIDS.

Baca: Anggota Satu Keluarga Tewas di Rumah Kontrakan, Semua Wajahnya Menghitam

"Sehingga kami mau tidak mau harus bertindak tegas bahwa mulai tanggal 1 Oktober kami minta seluruh kegiatan yang sifatnya pelanggaran untuk ditutup," ujar Tatag kepada wartawan BBC Indonesia Ayomi Amindoni, Senin (1/2/2017).

Dituturkan oleh Tatag, penertiban ini merupakan langkah awal penataan untuk mengembalikan marwah Gunung Kemukussebagai tujuan wisata religi.

"Jangan sampai dengan wisata religi ini ditumpangi oleh segala macam bentuk penyimpangan norma-norma susila, seperti prostitusi, karaoke, ataupun kegiatan yang melanggar norma-norma susila. Kedua, bagaimana kami harus menghilangkan penyakit masyarakat yang ada di situ," ujar Tatag.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sragen Tasripin memastikan penertiban yang dilakukan lebih komprehensif sehingga tidak menemui kegagalan seperti sebelumnya.

Baca: Pelatih Loncat Indah Malaysia Ditangkap Polisi, Diduga Perkosaan Atlet Binannya

Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Sragen dan Satpol PP terdapat 73 PSK yang melakukan kegiatan prostitusi di 72 warung remang-remang di sekitar wisata ziarah Gunung Kemukus. Dari jumlah tersebut, 18 diduga mengidap HIV/AIDS.

Operasi penertiban masif

Lebih jauh Tatag menjelaskan, per 1 Oktober Pemkab Sragensudah memberikan surat edaran penertiban kawasan Gunung Kemukus. Setelah ini, pihaknya akan melakukan operasi penertiban secara masif.

"Sebetulnya karena ini harus kami lakukan secara masif, terhitung 1 Oktober. Tapi karena kami memberikan kesempatan dulu agar masyarakat paham, dua sampai tiga hari kami akan lakukan operasi-operasi masif secara tim gabungan," jelas Tatag.

Ia mengaku sudah menyosialisasikan ihwal penertiban itu kepada para penghuni kompleks Gunung Kemukus tentang rencana Pemkab Sragen untuk membersihkan PSK dan karaoke di tempat itu saat perayaan Nglarab Slambu pada 1 Sura atau Kamis (21/9/2017).

"Pada awalnya kita [lakukan upaya] persuasif, bagaimana mereka meninggalkan lokasi tersebut. Tapi terhitung 1 Oktober masih ada pelanggaran, saya mau tidak mau akan melakukan penangkapan dan pembinaan. "

Maka dari itu, terhitung sejak 1 Oktober apabila masih ada aktivitas prostitusi, mereka akan ditangkap dan dikirim ke panti rehabilitasi sosial di Solo, Jawa Tengah, untuk dibina.

Indikasi HIV/AIDS

Tatag menjelaskan, meskipun dari data awal terdapat 18 PSK yang terindikasi HIV/AIDS, dalam operasi terakhir yang dilakukan Satpol PP mereka hanya menemukan 4 PSK yang terindikasi mengidap HIV.

Sisanya, menurut Tatag, sudah meninggalkan lokasi tersebut.

"Pada waktu Dinas Kesehatan melakukan cek beberapa waktu lalu ada diperkirakan 18 orang dengan diagnose itu. Tapi begitu Satpol PP melalukan itu, tinggal empat. Ini yang harus menjadi perhatian kami," kata dia.

Kepala Satpol PP Sragen Tasripin menegaskan penertiban prostitusi di kawasan Gunung Kemukus akan dilakukan secara komprehensif -mengingat beberapa di antara mereka terindikasi mengidap HIV/AIDS, termasuk dengan memberikan pembinaan supaya mereka tidak kembali ke aktivitas sebelumnya.

"Bagaimanapun mereka juga manusia, alamatnya di mana, akan kita pulangkan. Kita buat agar mereka tidak menyebarkan virus HIV Itu kemana-mana. Dengan begitu, tentu mereka butuh hidup, butuh makan, kita berikan sarana dan prasarana ke sana. Kita akan coba rumuskan yang sistemik mungkin," kata dia.

Untuk mengatasi hal ini, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Sosial dan Dinas Tenaga Kerja untuk memberi kursus sehingga mereka bisa mendapat penghasilan tidak harus dengan cara seperti yang sekarang mereka lakukan.

Terakhir, pemerintah daerah berupaya untuk menertibkan lokasi tersebut pada 2014, pasca liputan investigasi berjudul Sex Mountain disiarkan stasiun televisi Australia Special Broadcasting Service (SBS) pada 18 November 2014, namun upaya itu gagal seiring masih banyaknya pekerja seks yang melakukan prostitusi di kawasan tersebut.

Kembali ke 'marwah'

Dijelaskan oleh Tatag, penertiban ini merupakan tahap awal revitalisasi Gunung Kemukus sebagai objek wisata religi yang akan dimulai awal tahun depan.

"Proses penertiban itu kira-kira sampai akhir tahun ini. Setelah itu baru kami menata konsep penataaan dengan membuat DED (Detailed Engineering Design) Kawasan Gunung Kemukus ini bagaimana ke depan menjadi tujuan wisata yang tidak terkontaminasi hal-hal yang melanggar norma susila,"

Yang jadi masalah, lanjut Tatag, lokasi tersebut berdekatan dengan permukiman penduduk. Maka dari itu Pemkab Sragenberupaya keras untuk menata ulang lokasi yang berbatasan langsung dengan permukiman penduduk.

"PR kami harus memberdayakan masyarakat di situ, apakah menjadikan UMKM Kepariwistaaan atau pemberdayaan yang sifatnya kursus atau pendidikan," kata dia.

Pemkab Sragen sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp6 miliar untuk program revitalisasi Gunung Kemukus sebagai wisata ziarah dan religi dalam APBD 2017.

Selama ini, masyarakat setempat mengenal kawasan tersebut sebagai wisata ziarah. Biasanya, jumlah peziarah mengalami puncaknya pada saat malam Jumat Pon dan malam Jumat Kliwon.

Menurut Juru kunci wisata ziarah Gunung Kemukus, Tojiman, Jumat Pon merupakan hari meninggalnya Pangeran Samudro—putra Sultan Trenggono yang dimakamkan di Gunung Kemukus. Sedang Jumat Kliwon merupakan peringatan tujuh hari meninggalnya Pangeran Samudro.

Pada kedua momen itu, sedikitnya 5.000 orang peziarah mengunjungi Gunung Kemukus untuk ritual 'ngalap berkah' alias mencari berkah peruntungan.

Namun berdasarkan kepercayaan, upaya itu harus dilengkapi dengan hubungan seks dengan orang yang bukan pasangan resminya selama tujuh purnama. Dan hubungan badan selama tujuh purnama tersebut harus pula dilakukan dengan orang yang sama.

Komersialisasi seks

Pada mulanya, baik lelaki maupun perempuan yang datang untuk ngalap berkah, melakukan syarat persebadanan itu dengan sesama peziarah. Namun kemudian, terjadi komersialisasi seks, seiring munculnya para pekerja seks yang menawarkan jasa bagi para peziarah yang segan mencari pasangan sesama peziarah.

Hal itu diungkapkan oleh Dosen Universitas Atmajaya Yogyakarta, Endang Sumiarni, yang pernah melakukan penelitian tentang 'Seks dan ritual di Gunung Kemukus'.

"Dalam perkembangan, area Gunung Kemukus berubah menjadi area prostitusi. Karena yang hadir ke situ tidak semata-mata ritual, tetapi ada yang sekedar ingin melihat, ingin mendapat pasangan seks yang gratis, tidak usah bayar [dengan] pura-pura ngalap berkah. Yang ketiga, yang benar-benar ingin cari wanita penghibur di situ," jelas Endang.

Berdasar penelitan Endang, sepanjang lereng Gunung Kemukusbermunculan warung remang-remang yang setiap warung dihuni sekitar lima hingga tujuh perempuan yang memang menjajakan diri untuk melayani laki-laki yang ingin mencari perempuan penghibur.

Maka dari itu, menurutnya, tidak relevan jika alasan 'kearifan lokal' dijadikan alasan untuk menolak penertiban kegiatan prostitusi di Gunung Kemukus.

"Kalau itu dikatakan mengandung kearifan lokal, saya rasa bukan hubungan seksualnya. Jadi bolehkah ritual dilakukan? Boleh, tapi bisa diganti. Bentuknya bisa diganti, misalkan berhubungan seks antara pria dan wanita yang merupakan pasangannya."

Di sisi lain, sisi ekonomi selalu menjadi alasan utama aktivitas prostitusi langgeng di lokasi tersebut. Namun menurutnya, hal itu tidak akan menjadi masalah jika pemerintah daerah kemudian memberdayakan masyarakat setempat dengan menghilangkan prostitusi.

"Jadi pemberdayaan masyarakat melalui banyak hal yang bisa ditawarkan ke situ, untuk pariwisata, pengembangan kuliner, pengembangan kerajinan lokal, dengan bahan-bahan lokal yang bisa untuk kreativitas. Sehingga antar organisasi perangkat daerah itu mestinya bisa saling bekerja sama," jelas Endang. (BBC Indonesia)
 

Sumber: Tribun Jateng
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas